Opini

Opini: Bahaya Favoritisme dalam Pendidikan Keluarga

Dalam jangka panjang, mereka bisa mengalami kesulitan menghadapi kegagalan karena terbiasa mendapat perlakuan istimewa.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Heryon Bernard Mbuik 

Untuk meminimalkan dampak negatif favoritisme, orang tua perlu mengadopsi pendekatan yang lebih adil dan sadar:

1. Kesadaran Diri Orang Tua

Mengidentifikasi kecenderungan untuk lebih condong ke salah satu anak dan menyadari bahaya jangka panjangnya.

2. Menghargai Keunikan Anak

Memahami bahwa setiap anak memiliki bakat, minat, dan kecepatan belajar yang berbeda, dan semuanya patut diapresiasi.

3. Komunikasi Terbuka

Membuka ruang diskusi yang sehat dengan anak untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan harapan mereka.

4. Konsistensi dalam Disiplin dan Penghargaan

Menetapkan aturan dan konsekuensi yang sama untuk semua anak, sehingga tercipta rasa keadilan di dalam keluarga.

5. Kolaborasi dengan Lingkungan Pendidikan

Guru dan konselor dapat membantu mendeteksi tanda-tanda favoritisme di rumah dan memberikan pendampingan profesional.

Kesimpulan

Favoritisme dalam keluarga bukan sekadar isu relasional, tetapi masalah serius yang berdampak multidimensi pada psikologi, sosial, dan masa depan anak. 

Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama seharusnya menjadi ruang yang aman, adil, dan penuh kasih, bukan tempat yang menciptakan luka emosional.

Dengan kesadaran, pendidikan yang adil, dan pendekatan berbasis kasih, setiap anak dapat tumbuh dengan rasa aman, percaya diri, dan memiliki peluang yang sama untuk mencapai potensi terbaiknya. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved