Opini
Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal
Hitungan secara matematika, kurang lebih Rp19 miliar pajak per tahun bagi 580 orang DPR akan ditanggung oleh rakyat.
Oleh: Wilhelmus Mustari Adam,SE.,M.Acc
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi Sektor Publik Universitas Brawijaya, Malang
POS-KUPANG.COM - Pajak merupakan sumber utama pendanaan APBN Indonesia dengan kontribusi signifikan dari pajak penghasilan (PPH) dan PPN.
Mencermati data APBN tahun 2020-2024, total kontribusi penerimaan negara dari perpajakan terhadap APBN secara rata-rata 75-82 persen.
Artinya, penerimaan dari pajak menjadi tulang punggung APBN dengan pajak penghasilan sebagai kontributor utama penerimaan perpajakan.
Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80, publik dikejutkan dengan data transparansi penghasilan anggota DPR RI yang mencapai Rp 104.051.903 per bulan, dengan rata-rata per hari Rp3.000.000.
Namun, yang menarik perhatian bukanlah besaran nominal tersebut, melainkan keberadaan pos "tunjangan PPh Pasal 21" sebesar Rp 2.699.813.
Baca juga: Gubernur NTT Ingatkan Kepala Daerah Tak Naikkan Pajak Bumi dan Bangunan
Hitungan secara matematika, kurang lebih Rp19 miliar pajak per tahun bagi 580 orang DPR akan ditanggung oleh rakyat.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan fundamental publik tentang keadilan fiskal dan perlakuan istimewa para pejabat di negeri ini dalam penerapan sistem perpajakan Indonesia.
Publik beranggapan, pejabat di republik ini dari pusat sampai ke daerah mendapatkan perlakuan istimewa, salah satunya dengan memberikan tunjangan pajak penghasilan.
Hal ini menyalahi prinsip pungutan dan pembebanan pajak. Praktik ini dapat dikategorikan sebagai bentuk kecurangan berupa penghindaran dan penggelapan pajak karena melakukan praktik ilegal yang secara langsung merugikan negara.
Anatomi Anomali Pajak
Dalam praktik perpajakan yang berlaku umum, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong langsung dari penghasilan bruto wajib pajak sebelum diterima sebagai take home pay.
Artinya, pajak ini mengurangi penghasilan bersih yang diterima individu.
Namun, pada kasus anggota DPR RI, mekanisme ini berjalan terbalik - pajak justru diberikan dalam bentuk tunjangan yang dibayarkan negara melalui APBN.
Secara hukum, praktik ini memang dibenarkan berdasarkan ketentuan yang memungkinkan PPh 21 atas penghasilan yang bersumber dari APBN/APBD ditanggung pemerintah untuk pejabat negara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.