Opini

Opini: Menalar Demonstrasi

Serangkaian kecurigaan ini berpotensi memperkuat benteng pertahanan diri pemerintah dari kritik rakyat. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI PETRUS NANDI
Petrus Nandi. 

Oleh: Petrus Nandi
Tinggal di Skolastikat Hati Maria, Kupang - Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Demonstrasi merupakan ekspresi lahiriah dari kebebasan berdemokrasi. Demonstrasi menjadi corong aspirasi serentak ruang partisipasi politik warga negara. 

Dalam sebuah tatanan pemerintahan yang kondusif dan produktif, demonstrasi tidaklah diperlukan. 

Namun, manakala kesejahteraan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara dikerangkengi oleh kebijakan-kebijakan anti-populis dan rakyat tak mempunyai akses untuk mengintervensi, di situlah demonstrasi menjadi pilihan terakhir.  

Secara konstitusional, legalitas demonstrasi telah dijamin melalui UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Baca juga: Ketua GMNI Manggarai Barat Kritik DPR Membisu Ketika Terjadi Demonstrasi di Indonesia

Undang-undang ini mengakui demonstrasi sebagai hak sah warga negara, bukan tindakan liar yang bisa dibubarkan secara semena-mena (Gitiyarko, 2025). 

Dalam kerangka konstitusional ini, gelombang massa yang turun ke jalan di Jakarta dan beberapa kota lainnya hari-hari belakangan ini merupakan suatu aksi politik yang wajar dan rasional. 

Melampaui Kecurigaan

Sayangnya, pemerintah gagal melihat substansi demonstrasi warga. Demonstrasi yang dipakai oleh rakyat sebagai wahana penyaluran kritik atas kekuasaan yang menindas dan sewenang-wenang justru dipandang dengan kacamata yang keliru oleh pemerintah. 

Aksi masa dicap sebagai tindakan anarkis dan rusuh, vandal dan destruktif. 

Stereotip-stereotip negatif atas demonstrasi itu diperkeruh oleh asumsi pemerintah yang tidak dilandaskan pada data dan fakta yang dapat diverifikasi. 

Presiden Prabowo misalnya.  Dalam pidato saat menutup Kongres PSI pada Minggu, 27 Juli lalu, Prabowo menuduh bahwa gelombang aksi massa di awal tahun 2025 diprakarsai dan dibiayai oleh para koruptor dan oknum-oknum yang ingin Indonesia selalu gaduh dan tetap miskin. 

Teranyar, dalam pidato di hadapan para Bupati pada Kamis, 28 Agustus lalu, Prabowo mengklaim adanya skenario adu-domba di balik aksi demonstrasi masa yang dirancang untuk mengacaukan negara.

Serangkaian kecurigaan ini berpotensi memperkuat benteng pertahanan diri pemerintah dari kritik rakyat. 

Perlu diingat bahwa resistensi terhadap suara kritis rakyat tidak akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved