Liputan Khusus

LIPSUS: Wagub NTT Johni Asadoma Minta Pulangkan Nelayan Rote Keluarga Nelayan Sempat Pasrah

Wagub NTT Johni Asadoma meminta semua warga negara Indonesia (WNI) agar mendapat perlindungan Negara termasuk enam nelayan asal Kabupaten Rote Ndao

|
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Wakil Gubernur (Wagub) NTT Johni Asadoma mengapresiasi tim sepakbola Persebata Lembata yang berhasil tembus Liga 3 Nasional musim 2025/2026. 

Sementara informasinya, kata dia, jika KM Berkat Baru 01 yang masuk perairan Australia, pemiliknya adalah seorang ASN. Jika benar maka oknum ASN tersebut tidak memberikan contoh atau edukasi yang baik kepada masyarakat terutama nelayan.

"Jadi kalau kapal itu diduga pemiliknya ASN, maka dia tidak memberikan contoh edukatif yang baik bagi masyarakat dan sudah pasti menyalahi aturan, maka satu saja yaitu diproses sesuai ketentuan yang berlaku," tegasnya.

Sepengetahuan Yusus, Pemerintah Indonesia dan Australia telah membuat perjanjian bilateral yang dituangkan dalam Memorandum Of Understanding (MOU) Box 1974 yang mengatur bahwa kapal atau perahu nelayan yang boleh masuk ke perairan Australia (Zona Ekonomi Eksklusif) adalah perahu-perahu nelayan tradisional yang menggunakan layar. 

Sedangkan kapal yang bermesin tidak diizinkan masuk untuk mencari hasil laut. Sehingga, Yunus menyesalkan tindakan-tindakan terkait ilegal fishing. Padahal  hampir setiap tahun  disosialisasikan oleh pihak Syahbandar Kelas III Ba'a. Namun karena ingin meraup keuntungan yang besar, masih ada saja pelanggaran yang dilakukan oleh para nelayan.  

"Mestinya masyarakat mematuhi itu. Jika terjadi musibah tenggelamnya kapal tersebut, maka pemerintah dipusingkan, disibukkan, akibat ulah daripada masyarakat yang tidak taat aturan," tandasnya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa KM Berkat Baru 01 adalah milik Marcis Lete. Namun ketika dikonfirmasi awak media di kediamannya, Marcis  membantah sebagai pemilik kapal naas tersebut.

Bahkan Marsis  menyebut bahwa kapal tersebut milik Yeferti Delfiana Ndoloe alias Yeti seorang Aparat Sipil Negara (ASN) warga Desa Netenaen. Yeferti yang diduga sebagai pemilik KM Berkat Baru 01 sudah dikonfirmasi, namun tidak merespon dan menolak untuk memberi keterangan.  (rio) 

Diduga Ada Kesengajaan

Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat berharap enam nelayan asal Kabupaten Rote Ndao yang ditahan otoritas keamanan Australia agar segera dideportasi. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Bisa saja ada faktor kesengajaan hingga timbul penahanan oleh pihak keamanan Australia. 

"Ini bukan barang baru, sudah sering terjadi. Bisa saja nelayan terdampar, bisa saja men-dampar-kan diri. Kalau ada unsur kesengajaan maka hukum yang bergerak. Kalau gelombang, nelayan tidak paham, saya kira deportasi segera mungkin," ujarnya, Senin (2/6). 

Politikus PKB itu mengatakan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia, diharapkan untuk bisa membantu pemulangan nelayan. Sebaliknya, bila nelayan itu dengan sengaja melewati batas negara maka perlu dilakukan tindakan agar ada efek jera. 

Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat menyoroti mengenai ancaman privatisasi lingkungan di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat.
Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat menyoroti mengenai ancaman privatisasi lingkungan di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat. (POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI)

Disamping itu, Rumat meminta Pemerintah Provinsi maupun para pihak agar intensif melakukan edukasi kepada masyarakat. Sejauh ini, jarang sekali ada laporan dari instansi terkait terhadap pelanggaran lintas negara. 

Rumat mendorong ada pengetatan oleh aparat keamanan untuk memantau area batas negara di wilayah perairan. Sebab, bila tidak dilakukan maka kejadian serupa terus berlanjut. 

"Patut diduga, jangan sampai ada pembiaran. Kami DPRD melihat patut diduga, yang mungkin menguntungkan nelayan. Itu dugaan," katanya. 

Rumat mengatakan, masyarakat juga perlu memiliki kesadaran. Jangan sampai pelanggaran itu dilakukan secara sengaja. Ia khawatir jika ada pembiaran justru masalah lain seperti penyeludupan manusia. 

Untuk itu, Rumat meminta nelayan maupun pihak keamanan dan pemerintah untuk memperhatikan peristiwa ini. Dia tidak mau, ada tudingan tidak elok kalau masalah semacam ini terus terjadi. 

"Kalau faktor alam, angin, tidak tahu baca peta, GPS okelah. Tapi nelayan yang biasa mencari ikan di perbatasan itu biasanya mengetahui itu," katanya.  

Anggota DPRD NTT, Agustinus Nahak, mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah diplomatik guna membebaskan para nelayan yang ditahan tanpa harus melalui proses hukum yang berlarut-larut.

"Pemerintah RI harus segera melakukan upaya diplomatik agar keenam nelayan tersebut bisa dibebaskan tanpa hukuman atau penahanan. Mereka tidak mengetahui batas ZEE, sehingga secara tidak sengaja masuk ke wilayah laut Australia," ujar Agustinus.

Menurutnya, ketidaktahuan mengenai batas wilayah laut, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), sering menjadi penyebab utama masuknya nelayan ke wilayah negara lain tanpa disengaja.

Ia menambahkan, persoalan ini tidak hanya menyangkut hukum internasional, tetapi juga menyentuh aspek hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah bersikap tegas namun tetap mengedepankan pendekatan diplomatik.

Agustinus juga menyoroti kurangnya pemahaman nelayan terhadap aturan batas wilayah laut.  Untuk itu perlu sosialisasi yang masif dari pemerintah mengenai batas ZEE antara Indonesia dan Australia. 

Selain itu, ia menyarankan agar nelayan dibekali dengan alat navigasi modern seperti GPS, agar dapat memantau posisi mereka dan tidak melintasi batas tanpa disadari.

"Pemerintah harus melakukan edukasi dan pembekalan. Nelayan harus tahu di mana yang boleh dan tidak boleh menangkap ikan. Kalau perlu, GPS disediakan agar posisi mereka bisa dipantau," tegasnya.

Menurut Agustinus, perairan Indonesia masih sangat kaya dengan sumber daya ikan, sehingga seharusnya nelayan cukup fokus menangkap ikan di wilayah sendiri tanpa perlu masuk ke perairan negara lain.

"Kalau dikelola dengan baik, laut kita masih bisa memberikan penghidupan yang layak. Yang penting, nelayan jangan dibiarkan berjalan sendiri tanpa bimbingan dan perlindungan dari negara," pungkasnya. (fan) 

 Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved