Liputan Khusus

LIPSUS: TTS Kekurangan Alat Diagnosa TBC, Lonjakan Kasus Semakin Mengkhawatirkan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, dr. RA Karolina Tahun menjelaskan jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) meningkat dari Januari hingga Juli

|
POS-KUPANG.COM/AGUSTINUS TANGGUR
SKRINING - Lapas Kelas IIB Atambua melakukan skrining rutin penyakit menular, termasuk Tuberkulosis (TBC) bagi WB di Aula Lapas Atambua, bekerja sama dengan Puskesmas Atambua Selatan (Atsel), Sabtu (10/5/2025). 

POS-KUPANG.COM, SOE - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dr. R. A. Karolina Tahun menjelaskan jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) meningkat dari Januari sampai Juli 2025. 

Salah satu kendala penanganan TBC di TTS yaitu alat diagnosa cepat TBC hanya enam. Hal ini  menyulitkan untuk menjangkau semua wilayah. 

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, kasus TBC pada tahun 2021 sebanyak 321 kasus. Naik menjadi 574 pada tahun 2022, terus meningkat menjadi 633 tahun 2023.

Tambahan 14 kasus di tahun 2024 menjadi 647. Hingga Juli 2025 kasus TBC di TTS di angka 426.

"Untuk proses penanganan empat tahun terakhir, kami gencar melakukan skrining penemuan terduga dengan target yang ditetapkan secara masif, dan merata agar menemukan kasus pengobatan tuntas, sehingga dapat memuruskan rantai  TBC," jelasnya pada Jumat (8/8). 

RABIES - Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Karolina Tahun ketika diwawancarai POS-KUPANG.COM  Kamis (24/4/2025), terkait kasus rabies di TTS.
RABIES - Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. Karolina Tahun ketika diwawancarai POS-KUPANG.COM Kamis (24/4/2025), terkait kasus rabies di TTS. (POS-KUPANG.COM/MARIA VIANEY GOKOK)

Ia menjelaskan penanganan TBC meliputi tiga tahap yaitu skrining penemuan secara tinggi dan merata, investigasi kontak penderita dengan orang terdekat dan pemberian terapi pencegahan (TPT).

"TPT diberikan dalam bentuk obat yang diminum secara teratur tujuannya untuk membunuh bakteri TBC yang mungkin sudah ada dalam tubuh namun belum aktif," jelasnya. 

Dengan kasus yang terus meningkat ini, dr. Karolina menyebutkan kendala yang dihadapi di lapangan yaitu rendahnya dukungan orang sekitar kepada penderita yang rendah. 

"Upaya skrining yang belum maksimal, karena itu  perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama dukungan keluarga pasien. Adapun TPT juga belum bisa berjalan sesuai harapan, karena keterbatasan obat TPT, sehingga belum bisa mengakomodir semua kontak orang terdekat penderita, " jelasnya. 

Menurutnya untuk memutuskan rantai penularan melalui TPT juga terkendala karena penderita merasa sehat dan enggan minum obat. Selain itu stigma yang berkembang di masyarakat, serta peralatan penentuan diagnosa cepat, hanya tersedia di enam lokasi center wilayah. 

"Peralatan penentuan diagnosa menggunakan alat test cepat molekuler atau TCM, di TTS hanya ada di 6 lokasi yang menjadi center wilayah, sehingga untuk kasus TBC dengan luas wilayah dan akses masih menjadi kendala untuk transportasi specimen, "ungkapnya.

Untuk ketersediaan obat TBC, dr. Karolina menjelaskan mendapat suplai dari pusat lewat propinsi sehingga sejauh ini masih memenuhi kebutuhan di Kabupaten TTS.

Adapun untuk satgas penanganan TBC, dr. Karolina menjelaskan satgas tersebut bergabung dalam satgas ATM (AIDS- Tuberculosis- Malaria). Satgas ini memiliki target eliminasi ATM di tahun 2030. 

"Dengan keterbatasan anggaran yang ada, kami berupaya meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) bagi masyarakat tentang TBC, " jelasnya. Ia juga berharap melalui program cek kesehatan gratis (CKG), masyarakat juga dapat mengecek status kesehatannya secara mandiri. 

Sementara di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), penyakit TBC mencapai 220 kasus pada hingga 4 Agustus 2025.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved