Cerpen
Cerpen: Bayang-Bayang Kemesraan
Ada apa dengan kemesraan mereka? Apakah ada yang salah? Apakah mereka rindu akan sebuah kemesraan?
“Ibu” jawabku, “matahari hari ini sangat membahasakan resahku.
Ia datang seolah mengganggu kemesraan hujan dan bumi yang begitu betah hari-hari ini. Ia datang untuk mengingatkan mereka bahwa berlebihan dalam sebuah kemesraan tidaklah baik.
Aku sedang resah dengan kemesraan dunia saat ini, antara agama dan politik, antara pemimpin gereja dan politik, antara ide-ide dan pengakuan publik. Aku resah Bu, sebab kemesraan itu memanipulasi hak banyak orang dan ibu pertiwi.”
Sambil menambah kayu ke tungku api, ibu menarik nafas panjang dan berujar “Nak, kerinduan pada zaman mudaku menghantar kami untuk saling mengagumi dan membahasakan kekaguman itu dalam surat-surat sederhana yang kami tulis.
Kemesraan itu kami bahasakan dalam kata-kata sederhana kami dan kami tidak membutuhkan pengakuan banyak orang.
Ada begitu banyak orang berpendidikan sekarang sibuk mengumpulkan sertifikat dan lupa untuk peduli dengan sesama.
Ada begitu banyak orang yang begitu sibuk mengatakan diri beragama tapi lupa akan ajaran agamanya. Hujan pasti akan berhenti jika bumi mengatakannya untuk berhenti.
Kemesraan itu akan berhenti jika keduanya sama-sama menyadari bahwa bayang-bayang kemesraan mereka membunuh banyak nyawa.
Aku tak berani berbicara banyak nak, sebab yang aku tahu, kemesraan kayu dan api akan memberi kehidupan bagi kita.
Kemesraan yang menghidupkan, bukan mematikan. Bayang-bayang kemesraan di dunia sekarang memang meresahkan, tetapi yakinlah, masih ada banyak kemesraan yang memerdekakan, yang menghidupkan.”
Setelah mendengar tanggapan sederhana ibu, langit mulai kelihatan gelap, seolah hendak mengusir matahari agar tidak menganggu kenyamanan kemesraannya dengan bumi.
Aku lalu berdiri dalam diam dan masuk ke kamarku, mengambil buku catatan usangku dan mulai menulis,
Dear God...
Aku rindu dan entahlah kepada siapa rindu ini berlabuh. Namun satu yang pasti bahwa rinduku adalah tentang sebuah perjumpaan yang mesra yang menghidupkan antara hujan dan bumi, antara gereja dan negara, antara akademisi dan pengakuan publik.
Kemesraan yang membawa kebaikan bagi banyak orang. Resahku adalah rinduku. Aku ingin kemesraan antara rindu dan resahku bukan hanya sebatas bayang-bayang. (*)
Melbourne, awal Maret 2025
* Sr. Herlina Hadia, SSpS adalah seorang biarawati Katolik, sedang menyelesaikan kuliah S3 di Melbourne Australia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Suster-Herlina-Hadia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.