TOPIK

Cerpen

  • Cerpen: Sepucuk Surat untuk Guru Gute

    Pesawat mendarat dan penumpang bergegas keluar. Bandara menyambut saya dengan aroma laut yang klise. 

  • Cerpen: Dompet Mama

    Di dalam lipatanku yang lusuh tersimpan kebenaran universal: perempuan-perempuan sandwich bukanlah korban keadaan

  • Cerpen: Petisi 

    Mendung menyelimuti kota bagaikan bidadari menangis di batas cakrawala.  Air matanya jatuh berupa bayang-bayang hitam menutupi lanskap kota. 

  • Cerpen: Ruang Ketiga

    Kesalahan kedua: tidak memahami bahwa ketakutan bisa membuat orang melakukan hal-hal yang di luar karakter mereka.

  • Cerpen: Suara dari Balik Dinding

    Rumah mungil dengan jendela yang tak pernah dibuka lebar, karena aku tak ingin dunia tahu betapa pekat luka yang tinggal di dalamnya. 

  • Cerpen: Benang yang Tak Sampai

    Mama Soini tak pernah belajar membaca. Tapi ia bisa menebak musim hanya dari retak di tanah atau arah bayangan pohon asam di halaman. 

  • Cerpen: Sudah Saatnya

    Jumlahnya tidak besar, tapi cukup untuk keluarga kecil mereka. Saat itu ia berjanji akan mengembalikannya dalam sebulan. 

  • Cerpen: Menghapus Jejak

    Ibu meletakkan sulamannya, matanya menatap jauh. "Sudah lama, Nak. Tapi luka itu tak pernah kering. 

  • Cerpen: Aku yang Lain

    Teriakan yang biasa. Kesalahan kecil menjadi amarah besar. Hanya karena handuk anaknya tidak diletakkan di kamar mandi.

  • Cerpen: Luka yang Bersuara

    "Luka itu tidak pernah benar-benar sembuh," tulis Ratih, "ia hanya berubah bentuk, menjadi kebijaksanaan yang pahit."

  • Cerpen: Di Bawah Bayang Ekskavator

    Tapi semua tahu, mesin tua tak peduli siapa yang mengemudi. Kalau mesin itu mogok, nyawa juga ikut terseret.

  • Cerpen: Kesumat

    Apa boleh buat, kakimu terasa berat untuk melangkah barang tiga empat langkah. Akankah kau tetap duduk manis di bangku tua berdebu itu? 

  • Cerpen: Asap Panas di Tanah Dingin

    Ia tak pernah menyangka akan kembali ke kampung ini tanpa gelar, tanpa upacara kelulusan, tanpa senyum.

  • Cerpen: Rumah Doa yang Tak Pernah Tutup

    Dan yang paling penting, lorong ini membuktikan bahwa doa adalah bahasa yang dipahami semua orang. Tanpa memandang agama, suku, atau status. 

  • Cerpen: Sebuah Pertemuan yang Mengingatkan

    Aku terlalu sibuk dengan mimpi yang kurajut. Lebih dari itu, rasa mulai benar-benar timbul dari sebuah pandangan yang penuh rahasia saat engkau

  • Cerpen: Habemus Papam

    Ketika jeda yang baru akhirnya muncul di balkon, kerumunan tak hanya menyembunyikan, mereka diam dalam haru. 

  • Cerpen: Waktu yang Menyiksa

    Instingku memang selalu benar. Aku tahu bahwa akan ada kisah yang berakhir dengan kenangan luka. 

  • Cerpen: Guru yang Memimpin dengan Cinta

    Setiap pagi, Riki berjalan kaki menyusuri jalan setapak, membawa tas kain lusuh berisi buku- buku yang dicintainya. 

  • Cerpen: Socrates Sang Pemimpin Bijaksana

    Socrates, sebagai seorang pemimpin, sering duduk sendiri di balkon istananya, memandangi langit malam yang luas. 

  • Cerpen: Mencintaimu dalam Sunyi

    Di balik gerbang itu, tinggal seorang wanita yang pernah mengisi hari-harinya dengan tawa dan cinta.

  • Cerpen: Surat untuk Mantan

    Aku tidak setuju dengan pendapat ini. Alasannya sederhana; jika bagiku engkau adalah mantanku, maka bagimu aku adalah mantanmu. 

  • Cerpen: Perjuangan Seorang Mahasiswa

    Ia terjebak dalam pusaran keresahan tentang masa lalu yang telah berlalu, masa kini yang membingungkan, dan masa depan yang tak pasti.

  • Cerpen: Filsafat yang Hilang di Pasar yang Riuh

    Socrates bukanlah seorang cendekiawan dalam arti formal, tetapi jiwanya terus berkelana, menelusuri jejak-jejak kebijaksanaan yang terserak.

  • Cerpen: Bayang-Bayang Kemesraan

    Ada apa dengan kemesraan mereka? Apakah ada yang salah? Apakah mereka rindu akan sebuah kemesraan? 

  • Cerpen: Parfum Aroma Balsem

    Waktu masih menunjukkan pukul 07.10 ketika aku sampai di sekolah. Aku segera masuk ke kelas untuk menaruh tasku.

  • Cerpen: Elegi Perawan Desa

    Sambil tetap berbaring di atas rerumputan. Di bawah pohon mangga yang rindang, aku membawa pikiranku kembali padamu, "Damaris Kurniawan". 

  • Cerpen: Lia Dango Berasap Tipis, Hujan Pergi Tanpa Bisik

    Aku tak percaya begitu saja. Bagaimana mungkin sejumput rempah bisa menahan hujan yang sudah mengguyur sejak fajar? 

  • Cerpen: Manusia di Persimpangan Takdir

    Dalam keheningan yang penuh kehangatan itu, matahari, penguasa langit yang setia, menyampaikan kabar pada bumi. 

  • Cerpen: Mengapa Engkau Pergi Meninggalkanku?

    Saat kabar itu menyentuh telingaku, aku kehilangan segalanya. Kata-kata terhenti di ujung lidahku, seolah dunia merampas suaraku.

  • Cerpen: Aroma Latung Cero di Beranda Kenangan

    Kakek adalah sosok lelaki bersahaja, dengan kulit legam yang menyimpan jejak ciuman matahari sepanjang hidupnya.

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved