Cerpen
Cerpen: Benang yang Tak Sampai
Mama Soini tak pernah belajar membaca. Tapi ia bisa menebak musim hanya dari retak di tanah atau arah bayangan pohon asam di halaman.
Karena di desa, waktu bukan soal jam. Tapi soal musim. Dan soal apakah seseorang akan kembali atau tidak.
***
Suatu pagi, di bulan Juni yang terlalu terang, Mama Soini menyelesaikan satu tenun terakhir.
Ia tak banyak bicara hari itu. Hanya duduk lebih lama dari biasanya.
Ketika sore datang, dan suara anak-anak sudah tak terdengar di jalan, ia mengunci pintu.
Lalu duduk menghadap kain-kainnya yang tergantung. Matanya lama terdiam pada satu tenun yang paling tua, yang dibuat ibunya dulu, saat ia belum mengerti apa itu motif.
Lalu ia berkata pelan, entah pada siapa: “Kalau benangnya terlalu panjang, kadang harus disimpul agar tak hilang arah.”
Lalu ia diam. Dan malam turun.
Begitu saja.
Seperti benang yang tak sampai. (*)

*) Muhammad Aswar adalah penikmat Sastra Arab dan pemerhati kajian Timur Tengah, tinggal di Enrekang, Sulawesi Selatan. Dia menjadi pembicara di LIFEs Salihara 2021. Menerjemahkan puisi Nizar Qabbani, Cinta Tak Berhenti di Lampu Merah (Circa, 2021); Surat Tuhan karya Albert Einstein (Circa, 2023); Pembangkangan Sipil karya Henry David Thoreau (Basabasi, 2024); Max Havelaar karya Multatuli (Basabasi, 2025).
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.