Opini
Opini: Tolong Selamatkanlah Mereka!
Kontrol sosial dipaham sebagai terkekangnya kebebasan: makin tinggi kontrol sosial, makin terpenjaranya kebebasan.
Oleh: Melki Deni, S. Fil
Almunus Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, NTT, sedang belajar Teologi di Universidad Pontificia Comillas, Madrid, Spanyol.
And the rain, it falls, rain, it falls
Sowing the seeds of love and hope, love and hope
We don't have to stay, stuck in the weeds
Have I the courage to change?
(Sia Furler, Courage to Change)
POS-KUPANG.COM- Hari ini semuanya serba tergesa-gesa. Hubungan kita dengan waktu tidak lagi memungkinkan kita untuk mendapatkan momen ketenangan dan keheningan.
Waktu yang ada selalu didominasi oleh dikte kapitalisme neoliberal: ciptakan kebutuhan sebanyak-banyaknya (produktivitas), belanja sebanyak-banyaknya (kosumsi), perluaskan wilayah (ruang) produksi-konsumsi, perkecilkan pajak, dan tingkatkan individualisme.
Individualisme yang diperketatkan memandekkan kontrol sosial.
Kontrol sosial dipandang sebagai penjara baru, karena masyarakat ciptaan kapitalisme neoliberal ini tidak mau dikontrol oleh siapa pun dan apa pun. Orang-orang tidak mau mengontrol dan dikontrol.
Kontrol sosial dipaham sebagai terkekangnya kebebasan: makin tinggi kontrol sosial, makin terpenjaranya kebebasan.
Hilangnya kontrol sosial, bisa jadi, disebabkan oleh kegilaan konsumerisme, kegilaan bisnis informasi, bisnis pornografi multinasional yang membabi buta, dan meluasnya produk-produk kecantikan.
Hilangnya kontrol sosial menyebabkan rezim politik yang berkuasa bertindak sewenang-wenang, jual-beli tubuh manusia dan orang-orang sibuk memproduksi diri sendiri (autoeksploitasi).
Autoeksploitasi adalah fenomena sosial baru pada masyarakat yang sangat memuji dan memperjuangkan individualisme dan yang mengerutkan kontrol sosial.
Autoproduksi berarti saya dapat memproduksi/menghasilkan sesuatu (barang, konten, mental, pemikiran, mode, kebiasaan, sikap, dll.) yang dapat saya gunakan untuk mewujudkan keinginan/hasrat atau meningkatkan kualitas hidup saya.
Autoeksploitasi muncul dari kemampuan manusia yang dapat mewujudkan diri, menciptakan diri, memproduksi diri, dan melampaui diri sendiri. Ini berlangsung terus-menerus.
Namun tidak semua yang diautoproduksi adalah yang produktif, yang dapat menunjang kualitas hidup, dan malah sebaliknya, menghasilkan yang destruktif, yang merusak dan menghancurkan diri sendiri.
Ini justru menimbulkan stres, mudah marah, mudah tersinggung, depresi berat, kecanduan, dan ketergantungan pada obat tertentu.
Dibandingkan abad-abad sebelumnya, pada abad ke-21 ini tidak sedikit orang membunuh diri dengan mengumsi obat, menggantungkan diri atau membuang diri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.