Cerpen
Cerpen: Maaf, Aku Mencintaimu
Apa mungkin Denada tak mengetahui isi hati Toni atau mungkin dari gelagat yang berbeda Denada merasakan hal yang sama?
Bayangkan saja hidup kita sudah terlalu jauh berbeda, tapi apakah aku terlalu naif untuk mengatakan hal ini padamu?
Melukiskanmu adalah cara yang pling baik mengungkapkan kekagumanku tentang sosokmu. Candamu yang selalu menghadikan semangat, senyummu yang selalu memberi inspirasi, dengan lembut suaramu yang begitu menenangkan.
Tak ada kata-kata darimu yang dapat kutulis karena senyummu adalah ungkapan yang paling sempurna darimu.”
“Hari-hari rupanya semakin sulit, bukan? Bagaimana denganmu? Aku berharap kamu selalu bersemangat dan menjalani hari-harimu dengan penuh semangat. Kadang-kadang kita selalu berpapasan dan saling menegur tanpa memerperhatikan satu dengan yang lain.
Tetapi setidaknya kamu selalu mmemberikan sedikit pandangan dari lirikan matamu yang begitu lembut. Kadang-kadang aku menjadi gugup dan tak sanggup untuk bertegur sapa dengan baik. Maaf kalau aku tak begitu akrab.
Tapi bagiku, kamu begitu akrab, dan kadang-kadang selalu menyebut namaku dalam canda, bukan? Saat engkau membaca sebagaian dari tulisan singkat yang pernah ku taruh di beranda.
Atau saat kau menunjukan beberapa tulisan-tulisanku di beranda, kau tertawa dalam keheninganmu. Apakah itu sebuah ocehan, atau olokan, atau mungkin rasa penasaran akan maksud dan tujuan.
Sebagian yang kutuliskan adalah pancaran dari senyum wajahmu yang selalu membuat hari-hari menjadi lebih baik.”
***
Sedikit berkisah tentang perjalanan yang pernah kita lakukan untuk suatu kegiatan tertentu.
“Di suatu hari yang cerah, kita masih seperti orang asing. Hanya beberapa orang yang terlihat akrab. Hari-hari kita seperti sebuah perjuangan untuk menjadi akrab.
Duduk dan sesekali membuat pandangan ke arah kita, tapi tak pernah ada kisah yang begitu panjang. Kita hanya sesering mungkin bercanda dengan car akita yang unik dan mungkin naif. Hati masih terlalu menyembunyikan rasa yang begitu menggebu-gebu. Semoga kita tidak saling berspekulasi antara satu dengan yang lain.
Hari berlalu begitu cepat, di depan rumah sebuah halaman kecil dengan meja dan bangku yang menjadi tempat nongkrong. Kau menempati ruang yang paling ujung lengkap dengan balkon depan untuk bersantai.
“Suatu pagi yang cerah, aku sedang duduk di depan dan sibuk mengotak-atik handphone. Aku tak menyadari bahwa balkon atas juga sudah berpenghuni. Seorang gadis pejuang denga rambut pendek terurai, sedang duduk bersantai menikmati pagi yang selalu memberikan kelegaan.
Kita hanya sedikit berteguh sapa. Suatu Ketika di depan halaman rumah, kita berbincang lebih lama persoalan masa depan yang begitu rumit dengan berbagai liku-liku hidup. Ada canda yang begitu menguatkan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.