Cerpen

Cerpen: Maaf, Aku Mencintaimu

Apa mungkin Denada tak mengetahui isi hati Toni atau mungkin dari gelagat yang berbeda Denada merasakan hal yang sama?

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
Ilustrasi. 

Oleh: Yohanes Boli Jawang

Apa mungkin kita terlalu naif dengan kata cinta, sehingga untuk mencintai pun aku harus mengatakan “maaf” tentangnya?

Ini bukan persoalan ketertarikan fisikal atau karena komelekan tubuh jasmania yang terlihat mempesona.

“Sekali-kali tidak”

Bukankah mencintai adalah seni dari misteri hidup yang begitu indah dan menakjubkan.

Mengapa kita hampir-hampir menghindar dan tak mau mengatakan tentang mencinta, sebagai anugerah yang paling indah?

Mungkinkah hati ini terlalu naif untuk sebuah penyangkalan yang terlalu radikal, sehingga ia benar-benar tetutup?

Hati Toni begitu berkecamuk saat harus bertemu dan berpapasan dengan Denada.

“Entahlah, kenapa tiba-tiba perasaanku jadi seperti ini? Apakah aku terlalu salah untuk mencintainya yang sudah tak mungkin untuk berharap tentang saling memiliki? Apa mungkin aku terlalu terobsesi untuk mencintaimu, yang tak tahu sejak kapan itu terjadi?” ungkap Toni dalam hatinya.

Semenjak perasaan itu muncul, suasana menjadi semakin berbeda. Apa mungkin Denada tak mengetahui isi hati Toni atau mungkin dari gelagat yang berbeda Denada merasakan hal yang sama?

“Akh…semoga tak ada anggapan yang terlalu naif dengan persoalan jatuh cinta. Aku sampai-sampai tak mengira dimana kita telah memulai perkenalan dan menikmati hari dengan cara yang berbeda; lalu mengapa hati ini tiba-tiba selalu menyorakan namamu dalam kesunyiannya?” Toni mulai berkisah dengan dirinya.

Bibir tersenyum dan hati agaknya tertawa dalam romantismenya yang selalu menghadirkan fatamorgana tentang bila nanti, bilamana, dan sebagainya. Atau semacam berandai-andai, tetapi bukan berhayal.

***

“Sudah hampir dua tahun tak ada pertemuan yang sering. Bahkan kita pun tak saling kenal bukan? Mungkinkah aku harus mengatakan tentang pertemuan sebagai kebetulan atau takdir?

Saat itu pertemuan virtual masih menjadi pilihan utama saat pandemi menimpa jagat. Manusia tak berani untuk beraktivitas lebih jauh. Sama halnya kita, ketika harus memulai sebuah pertemuan, dengan terpaksa ruang virtual menjadi pilihan utama.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved