Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani
Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi
Pernyataan Akhmad Bumi, pengacara eks Kapolres Ngada dinilai eliru dan menyesatkan, Bumi dinilai tidak paham regulasi UU PA, UU TPKS dan TPPO
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika ta, SH, MH menilai pernyataan Akhmad Bumi selaku pengacara eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, terkait diksi produsen dan kosumen dalam perkara kasus kekerasan seksual terhadap anak yang disidangkan di PN kupang itu, adalah sebuah pernyataan yang menyesatkan.
Bahkan pernyataan seperti itu, tegas Veronika Ata, menunjukkan bahwa Akhmad Bumi selakau kuasa hukum itu tidak paham dan bertentangan dengan regulasi UU Perlindungan Anak, UU TPKS dan UU TPPO serta konvensi anak.
"LPA NTT menegaskan, pernyataan tersebut keliru dan menyesatkan. Hal ini menunjukkan Kuasa Hukum tidak memahami regulasi perlindungan anak, bahkan bertentangan dengan UU Perlindungan Anak, UU TPKS, UU TPPO, dan Konvensi Hak Anak.
Dalam kasus kekerasan seksual, anak selalu diposisikan sebagai korban. Hukum tidak mengenal istilah “produsen–konsumen” dalam konteks tubuh manusia. Mengatakan anak “menjual jasa” sama saja dengan mengobyekkan tubuh anak," tegas Veronika Ata, Minggu (24/8) siang.
Baca juga: Kasus Eks Kapolres Ngada, Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen
Menurut Veronika Ata, Jika anak terlibat dalam prostitusi online, maka itu adalah bentuk eksploitasi seksual, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU Perlindungan Anak yang berbunyi “Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual wajib dilindungi dari tindakan yang menimbulkan penderitaan fisik, mental, dan sosial.”
Menurut Veronika Ata , pernyataan Ahmad Bumi kepada wartawan diluar persidangan itu patut ditanggapi agar semua pihak, baik masyarakat maupun jaksa dan hakim yang menyidangkan perkara eks kapolres Ngada ini bisa memahami dengan baik konteks kasus ini tidak bisa disamakan dengan kasus antara produsen dan konsumen.
Bahwa bisa saja pernyataan Akhmad Bumi seperti itu juga disampaikan dalam persidangan yang tertutup. Karena itu, pernyataan Akhmad Bumi mesti ditangapi dengan baik dan benar. "Saya terpanggil untuk menanggapi pernyataan Akhmad Bumi tersebut, agar diksi Produsen dan Konsumen yang disampaikan Akhmad Bumi dalam perkara ini tidak menyesatkan publik juga para hakim.

Veronika Ata mengatakan, Pengacara Akhmad Bumi tidak pantas berujar sedemikian rupa. "Advokat memang berhak membela klien, tetapi tidak boleh menyalahkan korban, merendahkan martabat anak atau melukai psikologis korban. Pernyataan ini bertentangan dengan prinsip perlindungan anak dan menyesatkan publik," kata Veronika Ata.
Lebih jauh Veronika Ata mengatakan, pengacara dan advokat yang membela kliennya itu memiliki kode etik dan dia wajib untuk Membela klien dengan tetap menghormati hukum, etika, dan martabat manusia. "Pengacara dan Advokat juga tidak boleh menyebarkan narasi yang menyudutkan korban. Dan dia harus menjunjung keadilan, bukan sekadar memenangkan perkara. Tapi narasi yang dibangun oleh pengacara Akhmad Bumi itu menyesatkan," tegas Veronika Ata.
Veronika Ata juga menilai pernyataan Akhmad Bumi keada wartawan di media Pos KUpang itu terindikasi melanggar Kode Etik Advokat. Karena dalam Kode Etik Advokat Indonesia, advokat dilarang untuk Bertindak bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum, dilarang Menyampaikan pernyataan yang merendahkan martabat orang lain dan dilarang Menyalahgunakan profesi untuk kepentingan yang tidak adil.
Baca juga: Diksi Produsen dan Konsumen dari PH Akhmad Bumi Rendahkan Pelaku, Polisi dan Negara
"Dengan menyebut anak sebagai “produsen” dan “tidak dirugikan,” kuasa hukum terindikasi melanggar kode etik," kata Veronika Ata.
Lebih lanjut Veronika Ata berharap, agar para Hakim PN Kota Kupang yang enyidangkan perkara eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman dan Fani itu tetap berpijak pada hukum yang berlaku, fakta persidangan, dan perspektif perlindungan anak.
"Hakim harus tegas menolak narasi yang menyalahkan korban, serta menjatuhkan putusan yang adil, memberi efek jera bagi pelaku dan memberi pelajaran bagi publik," kata Veronika Ata.
Dan Veronika Ata yakin bahwa majelis hakim yang menangani kasus eks Kapolres Ngada adalah hakim yang berkualitas dan berintegritas. "Sehingga apapun fakta persidangan yang ada, hakim dapat mengadili secara profesional dan punya perspektif perlindungan anak," yakin Veronika Ata.

Lebih Lanjut Veronika Ata mengatakan, Komisi Yudisial (KY) NTT yang telah ikut mengawal kasus ini bisa lebih menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik. "Saya harapkan KY bisa melakukan pengawasan agar hakim konsisten, bebas dari intervensi, dan menjaga integritas peradilan," harap Veronika Ata.
Terhadap sembilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menanganai perkara dimaksud, Veronika Ata berharap agar dakwaan yang telah disusun dan dibacakan itu bisa dibuktikan di persidangan.
"JPU semoga bisa memberikan tuntutan yang tegas, berpihak pada korban, serta menolak narasi menyesatkan. Jaksa adalah wakil kepentingan korban dan masyarakat," kata Veronika Ata.
Kepada pihak LPSK, Veronika Ata berharap agar LPSK bisa mengawal implementasi Restitusi bagi korban agar benar dipenuhi.
"LPSK diharapkan bukan hanya menghitung kerugian korban, tapi mesti memastikan agar korban dan saksi-saksi bisa dilindungi agar bisa memberikan pernyataan yang benar di persidangan dan tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun," kata Veronika Ata.
Baca juga: Puisi Spesial untuk Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dari Perempuan Disabilitas
Veronika Ata juga berpesan kepada korban agar mereka tetap kuat, semangat dan jujur dalam bersaksi.
"Kalian tidak salah. Pelaku dewasa, apalagi aparat penegak hukum, yang salah karena menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar hukum. LPA NTT dan semua komponen masyarakat mendukung penuh korban dalam menghadapi proses hukum," kata Veronika Ata.
Diakhir pernyataannya, Veronika Ata kembali menegaskan bahwa anak dalam prostitusi online adalah korban eksploitasi seksual, bukan relasi Konsumen Produsen.
"Hukum tidak mengenal istilah ini dalam konsep tubuh manusia. Pengacara seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan korban, tidak menyesatkan. Kami menyerukan agar semua pihak, baik aparat penegak hukum, dan masyarakat, bersama-sama berpihak pada perlindungan anak, keadilan, dan pemulihan korban," kata Veronika Ata.

Menurut Veronika Ata, proses penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini sedang dalam persidangan, dan sebentar lagi akan ada putusan dari majelis hakim. Karenanya Veronika Ata berharap agar semua pihak terkait bisa berperan untuk mengawasi jalannya proses persidangan yang tertutup itu.
"Mari semua pihak baik Pemerintah, APH, Tokoh Agama, aktifis, Perguruan Tinggi, masyakat, pers maupun semua komponen masyarakat untuk mendukung korban dan keluarga. Kita kawal proses hukum kasus ini agar benar-benar memberikan rasa keadilan bagi korban dan tidak mencederai penegakan hukum," kata Veronika Ata.
Baca juga: LIPSUS: Tersangka Fani Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada Menangis Dihadapan Jaksa
Bahkan Veronika Ata mengatakan, masyarakat mestinya bisa memberikan informasi apapun dan berani mengungkapkan jika mengetahui ada hal-hal yang bisa mengintervensi proses penegakan hukum yang tengah berlangsung.
"Jika mengetahui informasi atau hal-hal yang terindikasi mencederai proses penegakan hukum kasus eks kapolres Ngada, serta mencederai rasa keadilan, Mari berani berbicara, berani uangkapkan demi mencapai keadilan," kata Veronika Ata.
Akhmad Bumi yang hendak dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu (24/8) siang, belum bisa dihubungi. Pos Kupang mencoba menhubungi Akhmad Bumi melalui telepon WA dan pesan WA, namun belum dijawab. (vel)
Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen
Sebelumnya diberitakan, Kasus pelecehan seksual yang dilakukan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja yang digelar pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang telah memasuki pertengahan persidangan.
Akhmad Bumi, SH, dan tim selaku kuasa hukum terdakwa Fajar, mengatakan, persidangan sudah di pertengahan, saksi-saksi hampir selesai diperiksa, demikian juga dengan para ahli.
"Tinggal ahli digital forensik Mabes Polri yang diperiksa minggu depan dan setelah itu masuk periksa saksi atau ahli dari terdakwa. Kali lalu pemeriksaan ahli berjalan alot, baik ahli dari RS Bayangkari maupun ahli dari LPSK," katanya.

Kepada Reporter POS-KUPANG.COM, Kamis (21/8/2025) , Akhmad Bumi menjelaskan fakta atas perkara ini telah terbentuk walau sidang belum berakhir.
Dari pemeriksaan yang berjalan maraton dan melelahkan ini, fakta secara umum telah ada dan sudah terbentuk.
“Ya secara umum fakta sudah terbentuk. Kuasa Hukum terdakwa, Jaksa Penuntut Umum maupun Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini sudah mengetahui fakta tersebut sesuai kepentingan masing-masing”, tambahnya.
Baca juga: LIPSUS: Tensi Darah AKBP Fajar Tinggi Eks Kapolres Ngada Pakai Rompi Orange 26 Ditahan di Rutan
Menurut Akhmad Bumi, ada tiga hal dari rangkaian fakta yang sementara terungkap dalam persidangan.
Pertama, ada anak-anak yang menjalankan aktivitas prostitusi online. Fakta ini tepat disebut produsen karena mereka selaku penyedia barang, ada ketersediaan barang dan jasa dari produsen yang ditawarkan pada konsumen.
Ada hak dan kewajiban dan mereka saling membutuhkan, saling menguntungkan, tidak saling merugikan.
”Bagi saya tidak tepat menggunakan diksi korban, kalau korban harus ada yang dirugikan, faktanya mereka saling menguntungkan, tidak saling merugikan, olehnya tepat gunakan diksi produsen dan konsumen”, jelas Akhmad Bumi.

Kedua, konsumen yang tertarik dengan barang dan jasa yang ditawarkan produsen, konsumen tertarik dan berminat dengan barang yang ditawarkan. Disitu ada kontak kesepakatan, ada barang, ada harga, ada hak dan kewajiban dalam kesepakatan.
Hak dan kewajiban produsen dan konsumen ini dilindungi dalam undang-undang. Jika ada pihak produsen dan konsumen dirugikan, ada ruang penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Jika buntu penyelesaian di BPSK maka dibawah ke rana pengadilan. Ada juga Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Baca juga: LIPSUS: Konten Porno Anak Dijual Rp 100 Ribu di Grup Facebook Fantasi Sedarah
Ketiga, adanya mucikari sebagai perantara atau pengasuh.
Tiga fakta yang sementara terbentuk tersebut, pertanyaan kita kenapa bisa terjadi, analisis sementara kami jelas bahwa itu akumulasi dari banyak tekanan hidup.
Menurutnya, ada tekanan ekonomi, pendidikan yang rendah, bergaul pada lingkungan yang negatif, perkembangan tekhnologi informasi yang pesat, ada disfungsi keluarga, dan juga gaya hidup hedonis.
"Mereka butuh uang untuk hidup, butuh beli pakaian, butuh beli handphone android juga iPhone. Dan mereka berada pada usia produktif tapi putus sekolah. Ini tekanan hidup dan gaya hidup hedon," ungkapnya.

Ada disfungsi keluarga, ada anak keluar sore dan pulang dini hari tapi sebagai orang tua tidak pernah ada gelisah dan tidak mencari anak, konteks ini perlu didalami lebih lanjut.
Dan bukan hanya sekali, tapi anak sudah terbiasa keluar sore dan pulang dini hari, lebih dari satu kali, bukan terjadi secara tiba-tiba tapi ini akumulasi dari berbagai tekanan hidup, fenomena dari kasus ini menjadi tanggungjawab semua pihak.
Pemerintah perlu perhatikan kebijakan untuk tekan angka kemiskinan dan perlu berikan pendidikan biaya murah atau gratis pada anak-anak, ini soal masa depan anak-anak dan daerah.
Baca juga: Berkas Eks Kapolres Ngada Bolak-balik Polisi - Jaksa, APPA NTT Lapor Komisi III dan XIII DPR RI
Disfungsi keluarga menjadi tanggungjawab orang tua, sangat penting untuk diperhatikan, orang tua perlu diintervensi para tokoh agama untuk perkuat iman sebagai filter dalam pergaulan anak-anak ditengah kehidupan yang keras seperti ini, pihak sekolah perhatikan kurikulum untuk penguatan moral anak-anak.
Perkembangan informasi yang pesat seperti saat ini, perlu ada filter atau ketahanan diri yang kuat pada anak-anak ditengah pergaulan yang bebas, jadi bukan hanya tanggung jawab pihak penegak hukum.
Kalau penegak hukum menangani jika kasusnya sudah dihilir, perlu diperkuat dari hulu. Kerja-kerja penegakan hukum (Pengacara, Polisi, Jaksa, Hakim), juga konseling oleh LPSK atau lembaga lain itu ketika kejadian sudah terjadi.
Tapi lebih penting mencegahnya dari hulu dengan kompleksitas masalah dari kejadian seperti fakta yang ditemukan ini. (ria)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Diksi Produsen dan Konsumen dari PH Akhmad Bumi Rendahkan Pelaku, Polisi dan Negara |
![]() |
---|
Kejati NTT Prihatin, Jamin Tim JPU Siap Perang Buktikan Perbuatan Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Pengacara Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Komentari Tanggapan JPU |
![]() |
---|
Puisi Spesial untuk Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dari Perempuan Disabilitas |
![]() |
---|
Polresta Kupang Kota Terjunkan Personel Amankan Sidang Fajar Lukman dan Fani |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.