Opini

Opini: Amnesti, Abolisi untuk Hasto dan Lembong, Runtuhnya Sebuah Hegemoni?

Kedua, dalam kasus Hasto, Hasto sendiri  berpendapat bahwa ini adalah sebuah proses hukum yang dipolitisasi.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Gabriel Ola 

Kelima, Keputusan Presiden Prabowo secara legal formal sangat kuat karena diatur dalam pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan UU Darurat Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi.

Dalam pasal 14 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden memberikan  amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Kendati memiliki kewenangan yang diatur dalam UUD dan UU namun keputusan ini berpotensi  adanya  dialektika hukum di antara pemegang kekuasaan  Trias Politika yakni eksekutif, legislatif, yudikatif.  

Teristimewa dalam hal ini eksekutif dan yudikatif, karena lembaga yudikatif merasa tersinggung (kendatipun hak prerogatif) tetapi perkara yang diputuskan  dengan begitu  cepat dan gampang diberikan amnesti dan abolisi kerena ditengarai ada unsur politisasi hukum. 

Dengan pertimbangan DPR artinya keputusan yang akan diambil  tidak  bertentangan dengan kepentingan negara dan masyarakat hal ini mau menegaskan bahwa Presiden Prabowo mendapat dukungan penuh dari DPR saat ini tanpa PSI.

Keenam, Presiden Prabowo sedang memberi sinyal bahwa  pengaruh kekuasaan lama yang berpotensi menghambat jalannya pemerintahan, pembangunan dan perberdayaan masyarakat segera dibersihkan, apakah ini pertanda runtuhnya sebuah hegemoni kekuasaan politik? 

Rupanya Presiden Prabowo melihat pesanan dari elite untuk mengerdilkan kelompok tertentu tidak menguntung bagi kekuasaannya maka virus yang dititipkan yang menggerogoti jalan  kekuasaanya perlu dimusnahkan demi kepentingan yang lebih besar bukan memeliharanya sebagai potensi benih benih oligarki. Inilah tanda tanda runtuhnya sebuah hegemoni kekuasaan politik.

Ketujuh, saat awal perkara Hasto digelar para penasehat hukumnya berkali-kali mengatakan terjadi politisasi hukum oleh elite saat itu. 

Ini mengindikasikan bahwa hukum di negeri ini telah dijadikan pedang oleh elite untuk membunuh lawan politik.

Setiap orang atau kelompok yang berseberangan  dengan  penguasa dianggap sebagai lawan yang harus dihabisi karirnya. Hukum telah menjadi tameng bagi para elite untuk melindungi diri bahkan menjadi tameng untuk mengawetkan kekuasaan.

Dan saat ini ketika amnesti dan abolisi diberikan kepada Hasto dan Tom Lembong,  ada sebuah pertanyaan  menarik yakni apakah ini yang disebut dengan keputusan hukum demi kepentingan politik?

Jawabannya tergantung dari sudut padang dan kepentingan masing-masing, tapi satu hal yang pasti bahwa dari pihak pemerintah menyebut bahwa ini tidak ada kepentingan politik.

Mencermati penegakan hukim saat ini menunjukkan adanya penerapan hukum yang menggelisahkan masyarakat kerena hukum telah dijadikan alat untuk  melanggengkan kakuasaan,  hukum kadang tajam ke bawah tumpul  ke atas.
 
Hukum  yang harusnya dijalankan secara adil tanpa tekanan jauh dari harapan. 

Oleh kerena itu  menjadi pembelajaran  bagi penegak  hukum bahwa keadilan dalam penegakan hukum mesti ditegakkan. Hukum mesti menjadi panglima  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Ketika penegakan hukum diabaikan maka  akan terjadi disharmonisasi bahkan kepercayaan kepada lembaga penegak hukum dan pemerintah akan semakin menurun dan ini akan menjadi pemicu sebuah negara mengalami kemunduran.  (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved