Opini

Opini - Gotong Royong Tanpa APBN: Bukti Nyata Kasih Kristus dan Kemandirian Umat Merayakan Natal

Perayaan Natal bukan hanya sebagai perayaan momentum keagamaan, tetapi juga sebagai cermin bagi umat Kristiani.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM
UCAPAN SELAMAT - Flayer ucapan selamat Tahun Baru 2025 (Happy New Year). 

Oleh: Yogen Sogen
(Penulis buku Di Jakarta Tuhan Diburu dan Dibunuh)

POS-KUPANG.COM - Perayaan Natal tingkat nasional kerap menjadi sorotan publik. Bukan hanya sebagai perayaan momentum keagamaan, tetapi juga sebagai cermin bagaimana umat Kristiani di Indonesia memaknai kehadirannya di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. 

Pengumuman Panitia Natal Nasional 2025 yang akan diselenggarakan pada Senin, 5 Januari 2026, di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, membawa sebuah angin segar sekaligus penegasan substansi, bahwa Natal adalah kesederhanaan dan aksi nyata, meneguhkan kasih tanpa sekat.

Ketua Umum Natal Nasional, Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa tema besar tahun ini mengacu pada tema Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), yaitu “Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga” (Matius 1:21–24).

Pemilihan tema ini sangat relevan dengan pergumulan keluarga Indonesia saat ini, mulai dari isu ekonomi yang mencekik, ancaman judi online, penyalahgunaan narkoba, hingga berbagai masalah sosial lainnya. 

Di sinilah letak urgensi perayaan ini. Ia bukan sekadar seremonial, tetapi panggilan untuk menggarap masalah-masalah sosial secara langsung.

Panggilan dalam Kesederhanaan

Sebagai umat Kristiani, Natal pada hakikatnya adalah perayaan inkarnasi, tentang Allah yang menjelma menjadi manusia dalam rupa yang paling sederhana. 

Ia tidak memilih istana mewah atau takhta kerajaan, namun Ia lahir di sebuah kandang, berbaring di palungan. Kesederhanaan ini adalah pesan teologis yang seharusnya tercermin dalam setiap perayaan. Sayangnya, tak jarang kita menyaksikan perayaan Natal yang justru terjebak dalam gemerlap, kemewahan, dan pesta yang berlebihan.

Di sisi lain, Pesan Presiden Prabowo Subianto agar perayaan Natal Nasional kali ini digelar secara sederhana, tidak berlebihan, serta lebih menekankan pada kegiatan bantuan sosial, adalah sebuah teguran sekaligus penegasan yang patut diapresiasi. 

Pesan ini selaras dengan semangat Kristus itu sendiri. Sudah saatnya perayaan agung ini dikembalikan pada esensinya, sebuah tindakan kerendahan hati dan memupuk rasa kemanusiaan kita.

Komitmen panitia yang akan mengalokasikan 30 persen dana untuk perayaan dan 70 persen untuk aksi sosial bisa dibaca sebagai terobosan transformatif. Angka 70 persen untuk aksi sosial bukan sekadar statistik, melainkan manifestasi konkret dari "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." 

Ketika saudara-saudara kita di berbagai pelosok masih berjuang melawan kemiskinan, rasa lapar, dan ketidakadilan, maka fokus perayaan harus bergeser dari panggung ke palungan, dari kemeriahan artifisial menuju kepedulian otentik.

Kasih dan Solidaritas Kebangsaan

Dalam konteks Indonesia, makna Natal melampaui batas-batas denominasi. Natal adalah momentum untuk meneguhkan ke-Indonesia-an. Ini adalah perayaan kasih tanpa batas (agape) yang tidak mengenal sekat suku, agama, atau ras.

Ketika Maruarar Sirait menegaskan bahwa seluruh pendanaan dihimpun melalui gotong royong, tanpa mengambil dana dari APBN maupun BUMN, ini mengirimkan pesan kuat tentang kemandirian dan solidaritas umat. 

Gotong royong adalah DNA bangsa ini, dan menjadikannya sebagai fondasi pendanaan perayaan adalah bukti nyata bahwa gereja dan umat mampu berdiri mandiri dan berkontribusi tanpa membebani negara.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved