Opini
Opini - Mendorong Anak Muda NTT Bekerja di Jepang
21 anak muda Flores sedang mengikuti magang/kerja di Jepang, dengan status sebagai mahasiswa ITB STIKOM Bali.
Mendorong Anak Muda NTT Bekerja di Jepang
Oleh Rahman Sabon Nama, SE
(Staf Khusus Rektor ITB STIKOM Bali dan Person In Charge Program Kuliah – Kerja di Jepang)
POS-KUPANG.COM - Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Ketenagakerjaan menggelontorkan anggaran Rp 12 triliun untuk peningkatan pelatihan bahasa asing dan keterampilan kerja bagi lulusan SMA/SMK guna memenuhi permintaan pasar kerja luar negeri, seperti Jepang, Jerman dan Inggris.
Sebelumnya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyiapkan dana Rp 8 triliun untuk tujuan yang sama. Ditargetkan, hingga akhir tahun 2026 sedikitnya 1 juta anak muda Indonesia dikirim kerja di luar negeri. Bagaimana Pemda dan anak muda NTT menangkap peluang ini?
Persoalan ketenagakerjaan Indonesia bukan sekedar membuka lapangan kerja, memberikan upah yang layak, dan jaminan sosial memadai, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan secara menyeluruh.
Rupanya, pemerintah baru sadar bahwa UMR/UMK di Indonesia tak bisa menjadi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas pekerja/buruh.
Tidak usah jauh-jauh, lihat saja kondisi di NTT. Tahun 2025 UMR Kota Kupang Rp 2.396.694,46, sementara kabupaten lain seluruh NTT Rp 2.328.969.69.
Asal mau hemat, duit segitu hanya cukup untuk makan, bayar kost, dan transportasi. Dia bisa saja hidup “cukup” tetapi tak bisa membantu orangtuanya yang dengan susah payah menyekolahkannya. Dengan kata lain, bekerja dengan penghasilan seperti ini sulit bagi siapapun bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.
Di era Orde Baru, pengiriman pekerja Indonesia sudah dilalukan melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) namun perlindungan para perkerja tidak maksimal, walaupun diakui mereka adalah penyuplai devisa yang cukup besar bagi negara.
Era SBY lebih intensif mendorong penduduk usia produktif bekerja di luar negeri. Berbagai upaya dilakukan untuk itu, dengan memperbaiki regulasi guna meningkatkan pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI), memberikan perlindungan yang lebih manusiawi dan dibentuklah Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006.
Di era Jokowi, perbaikan terus dilakukan. Istilah TKI diganti dengan PMI (Pekerja Migran Indonesia) dan BNP2TKI digantikan dengan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) melalui Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019.
Tak hanya sampai di situ, di era Prabowo, dibentuk lagi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Kementerian P2MI).
Melalui sinergi antara BP2MI dan Kementerian P2MI akan semakin mendorong lulusan SMK/SMK termasuk para sarjana yang masih menganggur untuk menjadi PMI. Khusus lulusan SMA/SMK, baik BP2MI dan Kementerian P2MI menargetkan dapat mengirim 1 juta PMI sampai tahun 2026.
Target pemerintah di atas bukanlah “omon-omon” saja, melainkan karena memang terbuka peluang kerja di luar negeri.
Saat ini dan 10 tahun ke depan Pemerintah Jepang membutuhkan pekerja asing guna menggerakkan semua sektor ekonomi. Mulai dari industri rumahan hingga industri raksasa, mulai dari sektor pertanian hingga hospitality, mulai dari perawat benaran hingga perawat lansia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Christina-Kewa-Liku-Mahasiswa-ITB-Stikom-Bali-di-Jepang.jpg)