Liputan Khusus

LIPSUS : Kota Kupang Berpotensi Tsunami Harus Ada Mitigasi yang Bagus

Universitas Nusa Cendana (Undana) menggelar kuliah umum internasional bertema “Kesiapan Kupang dalam Menghadapi Gempa Bumi dan Tsunami”.

|
Penulis: Ray Rebon | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang menggelar kuliah umum bertema "Antisipasi Gerakan Intoleransi dan Radikalisme dalam Lingkungan Kampus di Wilayah Kota Kupang", pada Senin 23 Juni 2025, bertempat di lantai 3 Gedung Rektorat Undana. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POS-KUPANG.COM,KUPANG  -  Universitas Nusa Cendana (Undana) menggelar kuliah umum internasional bertema “Kesiapan Kupang dalam Menghadapi Gempa Bumi dan Tsunami”.

Kuliah umum yang digelar, Jumat (20/6) di Aula Lantai 3 Gedung Rektorat Undana tersebut dihadiri puluhan mahasiswa Teknik Pertambangan Undana. Kuliah umum tersebut menghadirkan keynote speaker Prof. Ron Harris dari Brigham Young University (BYU), Amerika Serikat.

Selain itu dihadiri juga oleh tiga mahasiswa peneliti dari BYU, yaitu Logan Peatross, Megan Flexhaug, dan Macy Lym, yang sedang melakukan penelitian di Pulau Timor. Kuliah umum ini dimoderatori dosen Undana, Adept Titu Eki, M.Sc.

Sebelum kuliah umum dilaksanakan, Adept Titu Eki memperkenalkan Prof. Ron Harris, yang telah meneliti geologi Pulau Timor sejak 1989 saat menyelesaikan disertasi S3-nya di Inggris. 

Ia menjelaskan, sejak era kolonial Belanda hingga 1920-an, peneliti Eropa, khususnya dari Belanda, aktif meneliti geologi wilayah ini. Penelitian berlanjut pada 1960-an oleh peneliti Inggris, menghasilkan berbagai buku dan jurnal tentang geologi Pulau Timor dan NTT.

Baca juga: Penjelasan Prof Ron Harris Mengenai Kesiapan Kota Kupang Dalam Menghadapi Gempa Bumi dan Tsunami 

Memasuki tahun 2000-an, peneliti Australia turut meneliti potensi sumber daya alam, seperti minyak, gas bumi, mineral logam berharga, dan sumber daya air.

Adept Titu Eki menegaskan, studi geologi di Pulau Timor memiliki implikasi besar untuk mengidentifikasi sumber daya alam, seperti minyak dan gas bumi yang telah diekstraksi di Timor Leste, serta memahami potensi bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung api. 

“Kita mempelajari jenis tanah, batuan, dan struktur geologi di NTT untuk mengetahui sumber daya alam sekaligus potensi bencana,” ujarnya. 

Menjawab Pos Kupang, Minggu (22/6) malam, Adept Titu Eki menjelaskan, berdasarkan data stratigrafi tanah yang diambil di pesisir pantai Kota Kupang mengindikasikan  bahwa dulu sekali pernah terjadi tsunami di Kota Kupang

Dikatakan, oleh karena ada rekaman  bahwa pernah terjadi gempa dan tsunami di Kota Kupang, maka ke depannya ada potensi untuk terjadi lagi.

”Tapi tidak perlu terlalu khawatir. Sebab, kalau kita punya rencana mitigasi yang bagus maka kita dapat meminimalisir dampaknya,” ujar Adept Titu Eki.

Ia juga menyoroti tantangan minimnya daya tampung batuan terhadap air di NTT, yang menyebabkan kesulitan air di wilayah ini.

Baca juga: Kuliah Umum Internasional di Undana Bahas Kesiapan Kupang Hadapi Gempa Bumi dan Tsunami

Prof. Ron Harris, yang telah lama meneliti geologi Indonesia Timur, kini fokus pada kajian gempa bumi dan tsunami. Ia sering memberikan pemaparan di berbagai kota di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. 

Acara ini terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan presentasi hasil penelitian dari Logan Peatross, Megan Flexhaug, dan Macy Lym, sementara sesi kedua diisi pemaparan Prof. Ron Harris tentang kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan tsunami, khususnya di Kupang dan NTT secara umum.

Kuliah umum ini menjadi wadah penting bagi mahasiswa Undana untuk memperdalam pemahaman tentang geologi Pulau Timor, potensi sumber daya alam, dan pentingnya kesiapsiagaan bencana di wilayah yang rentan secara geologis.

Terangkat 5 Milimter

Dalam rangkaian kuliah umum internasional tersebut tiga mahasiswa geologi dari Brigham Young University (BYU), yaitu Logan Peatross, Megan Flexhaug, dan Macy Lym, memaparkan hasil penelitian mereka terkait geologi Pulau Timor.

Macy Lym dalam presentasi berjudul “Pemetaan Teras Karang dan Tingkat Pengangkatan Pulau Timor” menuturkan, hal itu dilakukan untuk mengukur tingkat pengangkatan dan potensi gempa bumi. 

Ia menjelaskan bahwa Timor, yang dihuni sekitar 3,4 juta orang, rentan terhadap gempa bumi dan tsunami akibat lokasinya di dekat zona subduksi lempeng Australia. 

“Kami memetakan tingkat pengangkatan di sepanjang garis pantai Timor. Ada pola pengangkatan yang bervariasi, dengan beberapa area lebih tinggi dan lainnya lebih rendah, membentuk struktur seperti sinklin dan antiklin,” ujar Macy.

Ia juga menunjukkan peta geologi yang menggambarkan teras karang dan profil elevasi, yang mengindikasikan pengangkatan tambahan di beberapa area akibat aktivitas tektonik. 

Penelitian ini memungkinkan prediksi tentang bagaimana pulau-pulau kecil di sekitar Timor akan berkembang di masa depan, serupa dengan Pulau Timor dua juta tahun lalu. 

Baca juga: Heboh, Kepala BMKG Ingatkan Ancaman Tsunami di Wilayah ini Saat Arus Mudik Lebaran 2025

“Data ini menegaskan bahwa aktivitas pengangkatan di Timor masih aktif, sehingga risiko gempa bumi sangat mungkin terjadi,” tambahnya.

Sementara mahasiswa lainnya, Logan Peatross membawakan materi tentang “Analisis Linimen dan Tektonik Pulau Timor menjelaskan, analisis linimen (garis-garis geologis) di Pulau Timor menggunakan model elevasi digital melalui program TextDEM berbasis Matlab. 

Ia menjelaskan, linimen ini berkorelasi dengan titik-titik perubahan elevasi mendadak (nick points) seperti air terjun, yang mengindikasikan tingkat pengangkatan tektonik yang tinggi. 

“Kami menemukan bahwa linimen ini kemungkinan besar terkait dengan teras laut yang terangkat atau patahan akibat deformasi kontraksional,” ujar Logan. 

Ia juga membandingkan data linimen dengan solusi bidang patahan dari gempa bumi sebelumnya, yang menunjukkan patahan dorong yang mengarah ke utara. Logan mencatat tingkat pengangkatan rata-rata sekitar 5 mm per tahun, meskipun ada variasi akibat deformasi lempeng.

Ia juga menyoroti anomali batimetri di Selat Jawa, yang kemungkinan disebabkan oleh subduksi gunung laut, memengaruhi pembentukan pegunungan dan linimen di Timor.

Megan Flexhaug yang juga membawakan materi tentang “Studi Teras Karang di Timor Timur” menjelaskan, tingkat pengangkatan dan prediksinya untuk masa depan. 

Baca juga: Heboh, Kepala BMKG Ingatkan Ancaman Tsunami di Wilayah ini Saat Arus Mudik Lebaran 2025

Megan mengutip prinsip geologi  di mana masa kini adalah kunci masa lalu, dan masa lalu adalah kunci masa depan.

Megan memetakan teras karang untuk menghitung tingkat pengangkatan. “Saya menemukan bahwa tingkat pengangkatan bervariasi dari 1 mm hingga 1,3 mm per tahun di berbagai wilayah,” jelasnya.

Ia menggunakan data elevasi dan usia teras karang, seperti teras berusia 126.000 tahun dari periode muka laut tinggi (high stand), untuk memetakan pola pengangkatan. 

Megan juga mengidentifikasi faktor penyebab pengangkatan, termasuk subduksi lempeng Australia dengan sudut rendah dan pembentukan lipatan regional seperti antiklin dan sinklin. 

“Pola ini menunjukkan bahwa pengangkatan di Timor tidak merata, dan memahami proses ini membantu kita memprediksi perkembangan pulau di masa depan,” tambahnya.

Baca juga: Gempa Magnitudo 5,2 Hari Ini Guncang Manggarai NTT, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Ketiga mahasiswa ini, di bawah bimbingan Prof. Ron Harris, menegaskan, penelitian mereka tidak hanya mengungkap potensi sumber daya alam seperti minyak, gas bumi, dan mineral, tetapi juga membantu memahami risiko bencana geologi di Pulau Timor.

“Pemetaan teras karang dan linimen ini memberikan gambaran tentang aktivitas tektonik yang aktif, yang berimplikasi pada kesiapsiagaan terhadap gempa bumi dan tsunami di wilayah ini,” ujar Adept Titu Eki dalam penutup sesi.

Kuliah umum ini menjadi platform penting bagi mahasiswa Undana untuk memahami dinamika geologi Pulau Timor dan pentingnya kesiapan menghadapi bencana alam di wilayah NTT.(uan)

Prof Ron Bagikan Tips Saat Gempa

Dalam paparannya Prof Ron Haris mengaku datang dan mengunjungi Indonesia sejak tahun 1987. Ia mengaku Indonesia menjadi tempat favoritnya serta sangat senang datang ke Indonesia karena orang-orang yang ditemuinya ramah dan selalu tersenyum.

Prof Ron Harris membawa materi tentang Saving Lives through Risk Assessment, Communication and Reduction telah melakukan penelitian geologi Pulau Timor sejak tahun 1989.

Baca juga: Viral NTT, ART Asal Sumba Babak Belur Disiksa Majikannya di Batam, Teman Kerja Ikut Menghajar

Prof Ron dalam pembahasan awal menceritakan bahwa ia pernah mengalami dan merasakan gempa Alor pada tahun 2004 meskipun ia sedang berada di Pulau Timor saat itu.

Ia juga menanyakan kepada beberapa orang yang pernah merasakan gempa terutama yang memiliki tempat tinggal di Pulau Jawa, Sulawesi, Bali. Jarang ada yang merasakan gempa di Kalimantan. 

Dalam materinya, ia juga memberikan arahan kepada peserta untuk melakukan 20:20:20 dalam 3 kali jika terjadi gempa bumi dan Tsunami.  20 detik, 20 menit dan 20 meter merupakan arahan dari Prof Ron Harris.

Baca juga: Forum Perempuan Diaspora NTT Beri 4 Tuntutan Terkait Kasus Aniaya terhadap ART Intan di Batam

“Jika gempa terjadi selama 20 detik, kita memiliki waktu untuk evakuasi selama 20 menit dan melarikan diri ke tempat yang memiliki ketinggian sekitar 20 meter untuk menghindari tsunami,” ujarnya. 

Prof Ron juga menyampaikan dalam materinya bahwa saat terjadinya gempa, Kota Kupang sendiri memiliki keuntungan dan lebih “aman” karena memiliki struktur tanah yang terdapat batu gamping atau batu karang. Kota Kupang sendiri memiliki fondasi kuat dan lebih tinggi dari elevasi laut.

Prof Ron kepada Pos Kupang menjelaskan, kegiatan tersebut dilakukan untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan tentang potensi gempa ini dan apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi.

Ia juga menyampaikan, dirinya pernah melakukan penelitian terhadap lapisan tanah dan bisa langsung menyimpulkan bahwa dulu pernah terjadi gempa dan tsunami pada periode terdahulu di pulau Jawa, Bali hingga pulau Timor dengan melihat endapan dari lapisan tanah.

Data-data yang prof Ron Harris miliki itu terdapat dari catatan sejarah di mana keterbatasan data mengenai sejarah gempa yang pernah terjadi 60 tahun sebelum itu dan mereka hanya bisa melihat dari sejarah atau catatan kuno. (ria) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved