Opini

Opini: Kekerasan Seksual dan Gagalnya Sistem Perlindungan Anak 

Fakta bahwa seorang Kapolres menjadi pelaku pedofilia dan pengisi materi pornografi menjadi tamparan keras bagi negara Republik Indonesia untuk segera

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Merly Klaas 

Pertama, perlindungan anak sejak dini. Anak harus dibekali pemahaman tentang bagian tubuh pribadi yang tidak boleh disentuh orang lain seperti alat kelamin, pantat, payudara, dan mulut dengan cara yang mudah dipahami seperti lagu atau cerita.  Anak juga harus diajarkan untuk menolak sentuhan yang tidak nyaman.

Kedua, peran keluarga dan masyarakat.  Orang tua dan lingkungan sekitar harus mendapat edukasi untuk tidak menyentuh bagian tubuh pribadi anak dengan alasan apa pun, termasuk bercanda. 

Jika melihat atau mencurigai adanya kekerasan seksual terhadap anak, masyarakat harus segera melapor dan bertindak.

Ketiga, reformasi lembaga dan organisasi. Setiap institusi yang bersinggungan dengan anak seperti institusi Pendidikan (sekolah/niversitas), pengasuhan anak, lembaga pelayanan publik harus memiliki kebijakan perlindungan anak (child safe-guarding policy), kode etik (code of conduct), serta pengawasan ketat.

Keempat, reformasi kepolisian dan sistem hukum. Kepolisian RI harus meminta maaf dan serius melakukan investigasi internal terhadap aparat yang terlibat dalam pornografi dan kekerasan seksual anak. 

Fajar Lukman tidak hanya harus dipecat tidak dengan hormat, tetapi dijatuhi hukuman penjara maksimal termasuk kebiri kimia dan pemasangan alat deteksi setelah menjalani masa tahanan. 

Investigasi khusus membongkar sindikat prostitusi anak dimasyarakat perlu segera dilakukan.

Kelima, peran pemerintah daerah dan nasional. Pemerintah harus menjadikan pemberantasan kekerasan seksual anak sebagai program prioritas, termasuk dengan mengalokasikan anggaran untuk rumah aman, psikolog anak, juga hotline pelaporan kasus. 

Perhatian khusus kepada kelompok anak rentan misalnya anak jalanan di kota Kupang.

Selain itu, database nasional identitas seluruh pelaku kekerasan seksual harus dibuka untuk publik agar masyarakat bisa waspada. 

Sistem peringatan otomatis di mana pesan waspada dikirim ke semua ponsel di area tempat pelaku berada, juga perlu diterapkan.

Kejahatan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada membuktikan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukanlah kasus individu, melainkan bagian dari kejahatan sistemik. Upaya untuk menutup-nutupi atau meringankan hukuman bagi pelaku harus dilawan. 

Dunia sedang menyaksikan bagaimana Indonesia menegakkan keadilan. Saatnya kita membuktikan bahwa bangsa ini mampu melindungi yang paling lemah di antara kita. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved