Opini

Opini: Cerita MBG dari Perbatasan Indonesia-Timor Leste

Ada beberapa cerita menarik terkait pelaksanaan MBG di Atambua yang bisa dibagikan dalam tulisan singkat ini. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI ANDREW D. MUNTHE
Andrew Donda Munthe 

Oleh: Andrew Donda Munthe
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto.  

Program ini resmi dimulai sejak Januari 2025 dan dilaksanakan secara bertahap di seluruh wilayah Indonesia. 

Pelaksanaan MBG juga telah operasional di daerah perbatasan yaitu Atambua, Ibu kota Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste

Cerita MBG dari perbatasan menjadi menarik untuk dicermati karena merupakan “suara hati” dari para pelaku dan juga penerima manfaat program di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).

Baca juga: Paradoksial MBG: Antara Peningkatan Status Gizi Masyarakat dan Fenomena Keracunan 

Awal November ini, penulis berkesempatan mengunjungi Atambua untuk melihat secara langsung pelaksanaan Survei Khusus Monitoring dan Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Penyelenggara survei ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS) dan target respondennya adalah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Sekolah yang sudah menerima program MBG, Supplier pemasok bahan baku ke SPPG dan juga rumah tangga siswa penerima program MBG.

Ada beberapa cerita menarik terkait pelaksanaan MBG di Atambua yang bisa dibagikan dalam tulisan singkat ini. 

Pertama, terkait keberadaan SPPG yang mengelola program MBG.  Secara struktur, pengelolaan SPPG berada dibawah koordinasi 1 orang Kepala SPPG dibantu oleh 1 orang Akuntan dan 1 orang Ahli Gizi. Ketiganya merupakan pegawai Badan Gizi Nasional (BGN).

Selain itu, terdapat sekitar 47 tenaga kerja relawan yang bertugas di SPPG. Tenaga relawan yang direkrut merupakan penduduk di sekitar lokasi lingkungan SPPG. 

Tugas relawan sudah terbagi sesuai dengan petunjuk teknis dan perannya masing-masing. 

Mulai dari penyiapan makanan, pengolahan, pemorsian, cleaning service, keamanan (security), pendistribusian makanan dan pembersihan tempat makan (ompreng). 

Keberadaan SPPG memberi dampak positif karena mampu menyerap tenaga kerja di wilayah sekitarnya melalui rekrutmen relawan.

Catatan menarik lainnya adalah belum optimalnya dukungan pemerintah daerah dalam mendukung operasional kegiatan SPPG. 

Selain persoalan sampah, masalah lain yang tak kalah penting adalah berkaitan dengan bahan baku. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved