Opini
Opini: Kekerasan Seksual dan Gagalnya Sistem Perlindungan Anak
Fakta bahwa seorang Kapolres menjadi pelaku pedofilia dan pengisi materi pornografi menjadi tamparan keras bagi negara Republik Indonesia untuk segera
Dampak ini bersifat jangka panjang dan menetap hingga anak dewasa. Sayangnya, lemahnya sistem perlindungan korban membuat pelaku dapat berkeliaran dan mengulangi kejahatannya.
Satu-satunya pihak yang harus malu dan dihukum adalah pelaku, bukan korban. Korban justru membutuhkan dukungan kuat dari keluarga dan masyarakat agar bisa pulih dan mendapatkan keadilan.
Indonesia: Kuat dalam Regulasi, Lemah dalam Implementasi
Laporan Out of Shadow Index 2022 menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara dengan kesiapan tertinggi dalam kebijakan dan program pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.
Secara tertulis, dapat dikatakan Indonesia telah mempunyai peraturan hukum dan strategi nasional yang cukup lengkap.
Namun pada pelaksanaannya, kasus kekerasan seksual pada anak masih saja merajalela akibat lemahnya penegakan hukum di lapangan.
Hal ini terkonfirmasi dalam index dengan nilai sangat rendah pada sub-item Monitoring & Evaluation of the Justice System yang mencakup evaluasi penerapan hukum peradilan, hingga ketiadaan data terkait penahanan, pendakwaan, dan penjatuhan hukuman pelaku kekerasan seksual yang terbuka.
Selain hanya sedikit yang terungkap akibat manipulasi pelaku terhadap korban, kasus pelecehan seksual anak masih sering diselesaikan dengan cara "damai" atas dasar kekeluargaan, terutama jika pelaku memiliki kekuasaan misalnya korban memiliki ketergantungan ekonomi atau dibawah otoritas pengasuhan pelaku.
Stigma sosial yang melekat pada korban semakin memperburuk keadaan. Pengetahuan masyarakat tentang kekerasan seksual anak juga masih sangat terbatas karena topik seksualitas masih dianggap tabu untuk dibicarakan terbuka.
Lebih parah lagi, sistem hukum yang korup memungkinkan keadilan dibeli dengan uang dan kekuasaan.
Ketika pelaku adalah aparat penegak hukum, proses hukum sering kali dipersulit atau bahkan ditolak.
Jika ada pihak yang menghambat investigasi atau bersikap apatis, mereka patut dicurigai sebagai bagian dari kejahatan ini.
Bahkan dalam kasus AKBP Fajar sebagai seorang pejabat kepolisian, semasa ia menjabat sebagai Kapolres Sumba Timur.
Ada satu kasus (Axi), seorang remaja perempuan yang mengalami kekerasan seksual, dan ‘meninggal gantung diri’ kasus ini dipetieskan oleh AKBP Fajar, meskipun mendapat kecaman dari masyarakat Sumba Timur.
Langkah Konkret yang Harus Dilakukan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.