Opini
Opini: Heboh Influencer Lebih Baik daripada Dosen?
Dosen harus didorong untuk membuat konten edukatif berkualitas tinggi yang bersifat aplikatif dan engaging di platform digital.
Oleh: Inosensius Enryco Mokos
Dosen Ilmu Komunikasi dan Filsafat ISBI Bandung
POS-KUPANG.CO - Beberapa hari yang lalu, di media sosial IG/Thread, viral sebuah curahan hati yang diungkapkan oleh seorang dosen. Curahan hatinya seperti ini.
Dia diundang dalam sebuah acara talkshow atau workshop yang diadakan oleh organisasi kemahasiswaaan, kemudian dia hanya dibayar 300 ribu rupiah saja.
Masalah utamanya bukan tentang nominal uang yang dibayarkan ke dosen tersebut karena saya yakin argumen para pembaca langsung menuju nominal bayaran yang diterima dosen tersebut.
Justru yang menjadi persoalan dan dikritik oleh dosen tersebut adalah, ada juga seorang influencer yang dihadirkan dalam acara talkshow tersebut dan dia dibayar belasan juta, jauh lebih mahal daripada sang dosen.
Hal tersebutlah yang membuat sang dosen sampai-sampai kesal dan berujung curhatlah di media sosial dengan mengatakan bahwa ketika diundang untuk acara mahasiswa dia sebenarnya tidak mengharapkan bayaran tetapi ketika berhadapan dengan acara yang menghadirkan influencer yang influencer tersebut mendapat bayaran yang jauh lebih besar darinya dia merasa kurang puas.
Baca juga: Dosen FEB Unwira Kupang Latih OMK St. Fransiskus Asisi Kolhua Jadi Wirausahawan Digital
Pertanyaannya yang akan muncul, pantaskan memang seorang dosen dibayar seperti itu?
Apakah influencer memang jauh lebih menarik di mata mahasiswa sehingga mereka harus mendapat bayaran yang lebih ketimbang dosen yang merupakan bank ilmu pengetahuan?
Apakah profesi dosen tidak menarik sehingga mahasiswa masih harus mengundang influencer untuk melegitimasi sebuah acara talkshow?
Influencer Lebih Baik daripada Dosen
Sebagai seorang dosen juga, saya ingin melihat permasalahan yang diungkap dalam curahan hati dosen tersebut lebih mendalam.
Bagus Mulyadi seorang dosen di Universitas Nottingham, dalam sebuah podcast menjelaskan bahwa pendidikan di universitas yang ada di Indonesia ini berada dalam dunia kontradiksi yang mendalam.
Membisniskan pendidikan tetapi tidak bisa menjamin output lulusan mendapat pekerjaan yang layak.
Kita tahu bahwa biaya pendidikan di Indonesia begitu tinggi dan memberatkan banyak orang. Terutama pendidikan di universitas ternama dan berkualitas entah itu negeri atau swasta karena kebijakan klasifikasi untuk otonomi perguruan tingi.
Survei dari Global HSBC tahun 2018 misalnya, menunjukan bahwa Indonesia masuk dalam 15 besar negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia.
Rata-rata biaya yang dibutuhkan dari jenjang SD hingga mendapatkan gelar sarjana mencapai sekitar US$18.422 (sekitar Rp287 juta hingga Rp 294 juta, tergantung kurs saat itu).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Inosensius-Enryco-Mokos.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.