Opini
Opini: HUT NTT dan Kedaulatan Pangan
Tentu nuansa ini akan menjadi warna tersendiri dalam momentum perayaan, meskipun Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota belum dilantik.
Data memperlihatkan bahwa di tahun 2024, Indonesia mengimpor sebanyak 12.437.218 ton pangan, meliputi beras, gula, bawang putih, daging lembu dan jagung.
Impor beras Januari – Mei 2024 meningkat 165,27 persen, impor gandum Januari-Agustus naik 3,84 persen (8,43 juta ton), impor bawang putih 645.025 ton, impor beras naik 91,85 persen (3,05 juta ton), dan impor telur unggas.
Kita mengimpor dari Australia, Kanada, Argentina, dua negara yang cukup jauh dari Indonesia (pasti ongkosnya mahal), juga dari Thailand, Vietnam dan Pakistan, India, Jerman dan Amerika Serikat.
Pilihan kebijakan membangun kedulatan pangan tingkat nasional berkorelasi langsung bahkan mempengaruhi secara penuh kebijakan pembangunan kedaulatan pangan di daerah, khususnya NTT.
Memang tidak seperti Jawa, Sulawesi, Papua dan Sumatera, tetapi NTT memiliki potensi untuk menyokong kedaulatan pangan nasional, seperti jagung, beras, garam, daging dan telur unggas.
Jika potensi lestari ini mampu dimaksimalisasi oleh para pemimin baru dari provinsi hingga kabupaten/kota, niscaya, NTT dapat memenuhi kebutuhan sendiri soal pangan.
Peta potensi tentunya sudah tergambar dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, perlunya peningkatan jaringan irigasi sampai tingkat tersier untuk mengatasi krisis air, memacu pengunaan mesin-mesin pertanian modern, menciptakan ketertarikan para milineal untuk terjun sebagai “petani” termasuk mendukung penuh keberadaan sekolah-sekolah vokasi sektor pertanian, pengorganisasin dan pemberdayaan kelompok, kualitas produksi (teknologi pasca panen), menumbuhkan ekosistem pertanian, akses pasar dan permodalan.
NTT penting untuk menyambut kebijakan menghentikan impor pangan yang akan diikuti dengan program peningkatan produksi pangan dalam negeri terutama untuk bahan-bahan pangan tersebut: beras, jagung, kedelai, telur unggas, daging, garam, dan gula.
Artinya akan ada semacam gerakan raksasa dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pangan mulai tahun 2025 di tengah beberapa tantangan seperti mesinisasi dan tenaga kerja sektor pertanian.
Bukankah Indonesia masih belum optimal dalam memproduksi mesin-mesin pertanian modern yang kuat dan handal sekaligus masalah dalam ketersediaan tenaga kerja sector pertanian tradisional maupun petani modern yang cakap menggunakan berbagai mesin pertanian canggih.
Sedangkan sejak merdeka, Bung Karno membangun Pabrik Baja Krakatau Steel yang arahnya adalam memproduksi mesin-mesin pertanian bagi rakyat Indonesia untuk mengolah kekayaan alam Indonesia menuju negeri gemah ripah loh jinawi ( negeri subur makmur).
Inilah tantangan peringatan HUT ke-66 NTT. Semoga ada gairah baru menumbuhkan komitmen mencintai daerah ini yang tergambar melalui bauran kebijakan kedaulatan pangan daerah.
Presiden bahkan bicara tentang menghidupkan Lumbung Desa sebagai warisan terbaik leluhur bangsa.
Wacana dan narasi telah didengungkan, inisiasi program tingkat nasional sudah disusun, anggaran telah dialokasikan, maka dalam siklus manajemen, keberhasilan ditentukan oleh ketersambungan yang intens dan konsisten antara imput, proses dan output dengan penguatan gerak monitoring dan evaluasi.
Di sini, harus secara hati-hati untuk membedakan antara siklus manajemen program dengan siklus manajemen proyek.
Opini: Green Chemistry, Solusi Praktis Melawan Krisis Lingkungan di NTT |
![]() |
---|
Opini - Drama Penonaktifan Anggota DPR: Siapa yang Sebenarnya Berkuasa, Rakyat atau Partai? |
![]() |
---|
Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal |
![]() |
---|
Opini: Paracetamol Publik Menyembuhkan Demam Bukan Penyakit |
![]() |
---|
Opini: Pendidikan Generasi Muda Indonesia Berciri Kalos Kagathos Menurut Konsep Paidea Plato |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.