Opini
Opini: Guru Sepanjang Waktu
Di Indonesia, guru bukan hanya pengajar materi pelajaran. Mereka adalah arsitek peradaban yang membentuk watak dan kompetensi generasi penerus.
Oleh: Heryon Bernard Mbuik
Dosen PGSD FKIP Universitas Citra Bangsa Kupang - Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - “ Guru sepanjang waktu” bukan sekadar ungkapan puitis, tetapi cerminan realitas sosial bahwa kemajuan sebuah bangsa lahir dari ketekunan dan dedikasi guru yang bekerja melampaui sekat ruang dan waktu.
Di ruang kelas, di tengah komunitas, hingga di jagat digital, guru tampil sebagai kompas moral, penuntun nalar kritis, sekaligus pembimbing karakter yang menanamkan nilai kejujuran, empati, dan ketangguhan.
Di Indonesia, guru bukan hanya pengajar materi pelajaran. Mereka adalah arsitek peradaban yang membentuk watak dan kompetensi generasi penerus.
Namun, tantangan yang dihadapi semakin kompleks: ketimpangan kesejahteraan yang belum terselesaikan, tuntutan transformasi digital di tengah disparitas infrastruktur, serta kesenjangan kualitas pendidikan yang semakin nyata antara perkotaan dan daerah terpencil.
Baca juga: Opini: Hamba yang Mulia Berikan Aku Sedekah Keadilan
Situasi ini menuntut guru untuk beradaptasi, berinovasi, dan mengajar “sepanjang waktu”, sekaligus menegaskan urgensi dukungan sistemik yang lebih kokoh dari negara dan masyarakat.
Potret Guru Indonesia: Antara Angka dan Realitas
Per November 2024, Indonesia memiliki 3,43 juta guru yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan.
Komposisinya terbesar berada di jenjang SD (1,51 juta), diikuti SMP (683 ribu), SMA (346 ribu), dan SMK (324 ribu) (Dataloka.id, 2024).
Namun, angka ini tidak menutupi fakta bahwa Indonesia masih kekurangan sekitar 1,31 juta guru akibat banyaknya pensiun dan lambatnya rekrutmen guru baru (Detik.com, 2024).
Masalah lain adalah kesejahteraan guru honorer. Survei IDEAS (2024) mengungkap bahwa 74 persen guru honorer menerima gaji di bawah Rp2 juta, bahkan sekitar 20,5 persen hanya membawa pulang kurang dari Rp500 ribu per bulan (Kompas.com, 2024).
Kondisi ini menjadi ironi ketika guru adalah penopang utama kualitas pendidikan nasional.
Era Digital: Peluang dan Tantangan
Transformasi digital membuka peluang besar bagi dunia pendidikan. Platform Merdeka Mengajar (PMM) kini dimanfaatkan oleh lebih dari 4 juta guru dan tenaga kependidikan sebagai sarana pelatihan, berbagi praktik baik, dan komunitas belajar (Kemendikbudristek, 2024).
Meski begitu, hambatan masih terasa:
- Ketidakmerataan akses internet di daerah terpencil.
- Literasi digital guru yang belum merata.
- Beban administrasi yang masih membatasi inovasi pembelajaran.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.