Opini
Opini: Via Opus Justitiae Pax, Catatan Panca Windu Seminari Oepoi Kupang
Pada tahun 2024 ini, Seminari Oepoi Kupang merayakan panca windu usia kehadirannya di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Empat skills (kompetensi) Bahasa Inggris, listening, reading, speaking, and writing diterapkan. Itu idealnya.
Saya cenderung konsentrasi pada reading, speaking, and writing dengan porsi pembelajaran yang bervariasi pula. Reading teks sangat dominan plus ikutannya (pronunciation, understanding isi teks (menyimak) disajikan dengan pola "question-answer" antara guru dan siswa.
Ekspektasi saya akan jawaban siswa boleh bersifat tersurat. Secara proses, ini yang saya inginkan dalam pencapaian siswa.
Untuk mengembangkan keterampilan berbicara (speaking) kadang saya memancing perhatian kelas dengan mengajukan pertanyaan terbuka berkaitan dengan konteks bacaan.
Simak yang tersirat juga terbuka menggiring daya interpretasi. Di sini terintegrasi unsur listening saat interaksi berlangsung, all in English, of course.
Bagaimana wawasan dan pikiran siswa tentang konteks isi bacaan dituangkan dalam Bahasa Inggris komunikatif menjadi unsur penting.
Speaking target utama saya. Dan, itu diterapkan dalam speech class. Saya tentukan topik kadang tunggal atau dua tiga, tinggal siswa memilih.
Arahan saya, pilih topik yang gampang, cukup tahu, kenal/akrab, realistis/faktual (lebih baik), lalu disiapkan secara tertulis.
Disajikan di depan kelas saat jam pelajaran berikutnya dengan pola 5-10 menit, bebas, komunikatif sedapat mungkin. Menyusul komentar guru dan tanggapan kelas. Catatan terakhir guru disertai pujian dan saran.
Intinya speaking-writing terintegrasi yang bermuara pada penilaian isi, struktur, dan gaya komunikatif.
Tugas mengajar saya di Seminari Oepoi dua tahun saja. Di tahun ketiga Bahasa Inggris diajarkan oleh Frater TOP yang mulai bertugas di Seminari.
Pater Yulius menyampaikan hal itu kepada saya atas pertimbangan Bapa Uskup Monteiro. Bagi saya bukan soal lamanya waktu tugas, tapi kualitas waktu (quality time) terpakai menjadi inti.
Salah satu yang menjadi ukuran pencapaian hasil belajar-mengajar di Seminari St. Raphael Oepoi Kupang ialah speaking dalam konteks speech class.
Mengapa? Ketika siswa mampu mempresentasikan tulisannya di forum kelas sekalipun belum maksimal itu sebuah pencapaian. Aspek ini terlihat pada dua siswa Leo Mali dan Ruben Guru.
Mereka tampil lebih baik karena unsur-unsur lain dalam presentasi ini tercakup di dalamnya: writing (structure, vocabulary, phrases), communicating, pronunciation, performance (mental, gaya). Kecil tapi indah.
Seminari Dua Sekolah
Seminari Menengah St. Raphael Oepoi tercatat sebagai seminari yang sekolah SMA-nya di dua lokasi bersama SMA Katolik Giovanni Kupang.
Sejak tahun 1985 (angkatan pertama) selama beberapa tahun mengikuti proses belajar di Giovanni pagi hari. Di sanalah mereka berbaur dengan siswa/i Giovanni dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Sedangkan pendidikan khusus seminari tetap berlangsung di Seminari Oepoi.
Menjadi unik dan menarik, sebagaimana diungkapkan mantan guru Giovanni, Martinus Ora, dari aspek proses belajar dan secara psikologis, para siswa Seminari harus bersaing dengan siswa Giovanni. Demikian, sebaliknya.
Kemampuan akademik pun terpacu. Dalam hal pematangan benih panggilan siswa seminari, benar-benar ditantang dan terjaga.
Faktor jarak Oepoi- Giovanni sekian jauh harus ditempuh dengan jalan kaki (pergi-pulang) di bawah terik matahari setiap hari. Disiplin waktu sekolah yang ketat. Apa lagi Kepala Sekolah SMA Giovanni, alm.
Frater Sarto BHK, seorang pemimpin yang terkenal tegas dan disipliner. Belum lagi beban tugas siswa yang harus dikerjakan kemudian kembali ke Seminari untuk proses pendidikan dan belajar.
Rutinitas kehidupan harian yang baku, rohani dan jasmani, semua aktivitas ini sudah pasti menguras fisik, tenaga, dan mental siswa pada dua titik yang berbeda dan berjauhan jarak.
Simbolik Almamater
"Jangan menyerah di hadapan kesulitan sebesar apapun. Tapi, kalau akhirnya kau tak nampu mengatasinya belajarlah untuk menerimanya," nasihat peneguhan ini ilontarkan mantan wali kelas III Biologi SMA Giovanni alm. Ibu Merri Mello-Noni kepada anak walinya Leo Mali (seminaris).
Kata-kata bijak itu mampu meluluhkan keresahan batinnya menghadapi situasi sekolah di dua sekolah (SMA) dengan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi.
Penempatan dia di Jurusan yang sama sekali tak disukai pun menjadi catatan tersendiri sebab prestasi akademiknya biasa-biasa saja (Baca: RD. Leo Mali, Pr. 2012. 50 Tahun SMA Katolik Giovanni, SEJARAH, KIPRAH MENUJU ERA DIGITAL. hal.149-150).
Berdialog dan pertemuan intens antara dua sosok, satu anak wali (siswa) yang lain seorang ibu (wali kelas), terbukti berhasil menemukan solusi yang cemerlang.
Benar pernyataan Leo Mali, seorang wali kelas adalah simbolik apa yang dikenal dengan sebutan almamater.
Pengalaman hidup yang riil dan membekas ini dapat juga ditafsir sebagai sesuatu yang bersifat " tentative decision of life".
Sebuah pilihan yang harus dihadapi dan dieksekusi. Seminari berlabel seminari di dua sekolah toh akhirnya menghantar Leo Mali ke puncak, imamat.
Alumnus angkatan pertama Seminari Menengah St. Raphael Oepoi- Kupang menjadi seorang imam dan meraih gelar doktor bidang Filsafat di Roma kini mengemban tugas sebagai dosen Semi nari Tinggi St. Mikael Penfui Kupang.
Salah satu kebanggaan alma mater Seminari Menengah St. Raphael Oepoi Kupang yang menggembirakan. Selamat berpancawindu! (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.