Opini Pos Kupang
Opini Andre Koreh: Ahli, Penilai Ahli dan Profesi Insinyur dalam Tipikor
Dalam Opini Andre Koreh menyebut tentang Ahli, Penilai Ahli dan Profesi Insinyur dalam Tipikor
Sedangkan pelatihan untuk menjadi Penilai Ahli tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri PUPR Nomor 8 Tahun 2021 Tahun 2021 Tentang Penilai Ahli, Kegagalan Bangunan, dan Penilaian Kegagalan Bangunan. Artinya Penilai Ahli menurut UU Jasa Konstruksi adalah orang yang sudah dinilai memiliki keahlian khusus dibandingkan seorang Ahli saja, seperti yang selama ini dipahami publik, karena walaupun punya sertifikat keahlian tertentu, sudah berpengalaman lebih dari 15 tahun, dia mesti menjalani rangkaian pelatihan dan uji kompetensi lagi untuk menjadi Penilai Ahli.
Dalam berpraktik pun, sebagai Penilai Ahli dapat ditugaskan atas permintaan Pengguna Anggaran, untuk menilai suatu kondisi pekerjaan konstruksi yang mengalami masalah teknis, harus mendapatkan penugasan Menteri terlebih dahulu, dalam hal ini menteri PUPR melalui Lembaga Pengembagan Jasa Konstruksi ( LPJK sebuah lembaga Non Struktural dibawah Kementerian PUPR).
Hal lain yang perlu juga dipahami adalah profesi insinyur, seringkali terjadi salah kaprah dan kadang di salah gunakan, misalnya seorang Sarjana Teknik ( ST ) dianggap juga sudah menjadi seorang insinyur. Padahal berdasarkan UU 11/ 2014 Tentang Keinsinyuran, untuk menjadi seorang insinyur profesional, seorang Sarjana Teknik ( ST ) harus melanjutkan ke Pendidikan Profesi Insinyur ( PPI ) sebelum dinyatakan sebagai Insinyur Profesional Muda, Madya atau Utama dst.
Baca juga: Opini: Pinjaman Daerah, Solusi atau Masalah?
Dalam berpraktik insinyur, seorang insinyur profesional wajib menjunjung tinggi nilai-nilai etika profesinya sebagai Insinyur profesional antara lain : mengutamakan keluhuran budi, bersikap jujur, bekerja sesuai kompetensinya dan tidak melakukan perbuatan yang mengelabui demi menjaga marwah, harkat dan martabat seorang insinyur.
Dari uraian di atas, menjadi jelas bahwa terdapat perbedaan mendasar antara seorang Ahli dan Penilai Ahli.
Demikian pula seseorang yang berprofesi Insinyur, terutama dalam perilakunya saat berpraktik sebagai seorang Insinyur Profesional .
Jika kita sepakat bahwa proses peradilan adalah proses mencari keadilan, bukan mencari kebenaran ( karena kebenaran sejati hanya milik Tuhan), dimana warga negara yang diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum ( PMH ) disatu sisi dan Aparat Penegak Hukum Negara ( APH ) disisi lain.
Maka untuk menemukan titik keadilan yang seadil- adilnya, hendaknya para pihak yang berperkara dan hakim yang memutuskan perkara Tipikor khususnya di dunia jasa konstruksi, hendaknya tidak mengabaikan berbagai regulasi yang ada di sekitar peristiwa hukum yang diperkarakan, apalagi jika keterangan Ahli maupun Penilai Ahli dalam amar putusannya, Hakim cenderung mengabaikan begitu saja tanpa alasan yang jelas.
Dengan ini diharapkan para APH dapat memahami dan membedakan apa itu Ahli yang memberi keterangan ahli, apa itu Penilai Ahli yang menilai suatu keadaan atau kondisi bangunan.
Demikian pula bagi para Insinyur Profesional, wajib menjaga harkat dan martabat profesinya, sehingga tidak berkontribusi terjadinya peradilan sesat.
Pada kenyataannya, sering ditemukan dakwaan yang dipakai JPU “hanya “ berdasarkan keterangan Ahli , padahal perkara yang didakwakan di sektor Jasa Konstruksi. Artinya sejak APH “ mengendus “ adanya PMH entah karena pengaduan masyarakat atau berita media, dan mulai melibatkan Ahli, maka si Ahli apalagi dia Insinyur Profesional, wajib memberi tahu APH, bahwa hal tersebut masuk dalam ranah Penilai Ahli, bukan dia sebagai Ahli, apalagi sampai menjadi auditor untuk menghitung kerugian negara.
Namun patut disayangkan, seringkali keterangannya justeru menjerat para tersangka dengan pasal korupsi, padahal itu bukan kompetensi dia untuk menilai.
Jika dia adalah seorang Insinyur Profesional bersertifikat, dia tahu namun dia tidak mempraktekkannya, apalagi jika dia pura-pura tidak tahu, artinya dia niatkan untuk mengelabui para pihak, maka dia dinilai telah melanggar etika profesi insinyur.
Dia layak mendapakan sanksi dari asosiasi profesi dimana dia bernaung dan tidak layak menyandang gelar Insinyur Profesional.
Dan jika ada putusan hukum yang didasari pada keterangan ahli dari yang bukan Ahli, dan juga tidak sesuai kompetensinya sehingga cacat prosedural, namun justeru merugikan terdakwa, maka titik keadilan yang ingin dicapai dalam mencari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah sebuah malapetaka peradilan.
Bukankah adagium hukum mengatakan, lebih baik melepaskan seribu penjahat dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah?
*) - Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Wilayah NTT
- Dekan FT UCB - Kupang
- Ketua Pusat Study Jasa Konstruksi UCB Kupang
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.