Breaking News

Flores Timur Terkini

ITS Dorong Hilirisasi Industri Hijau Kelapa dan Mete di Flores Timur NTT

Kegiatan dihadiri empat kepala desa, mewakili empat Unit Permukiman Tranamigrasi (UPT), di antaranya UPT Purinara, UPT Beloto, UPT Libu

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/PAUL KABELEN
POSE BERSAMA - Peserta FGD pose bersama setelah pembahasan terkait hiliriasi industri hijau di Aula Setda, di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, Kamis (02/10/25) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen

POS-KUPANG.COM, LARANTUKA - Datang jauh dari Kota Surabaya, Jawa Timur, Institut Teknologi Sepuluh (ITS) Nopember berupaya mendorong hilirasi industri hijau untuk petani kelapa dan mete di Kabupaten Flores Timur, NTT. 

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani itu, ITS telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Aula Setda Flores Timur, Kamis, 2 Oktober 2025.

Kegiatan dihadiri empat kepala desa, mewakili empat Unit Permukiman Tranamigrasi (UPT), di antaranya UPT Purinara, UPT Beloto, UPT Libu, dan UPT Tanameang. Hadir juga perwakilan di dinas terkait/OPD Flores Timur.

Dosen Studi Pembangunan ITS Nopember, Deti Rahmawati, mengatakan ITS menjadi salah satu dari tujuh kampus yang dilibatkan Kementerian Tranamigrasi dalam program Ekspedisi Patriot ke seluruh daerah di Indonesia.

"ITS bekerjasama dengan Kementrans berupaya mengoptimalkan potensi komoditas lokal, dan meningkatkan kesejahteraan petani di kawasan transmigrasi," katanya, Jumat, 3 Oktober 2025.

Deti menuturkan, FGD ini menekankan terkait tantangan hilirisasi yang dihadapi para petani, terutama fluktuasi harga komoditas kelapa dan mete, serta dominasi tengkulak melalui sistem ijon yang merugikan petani dan nelayan.

Baca juga: Jaksa Periksa 30 Saksi Dugaan Korupsi Sertifikasi Guru di Flores Timur

"Salah satu isu utama yang diangkat adalah kecenderungan petani menjual hasil panennya dalam bentuk gelondongan (bahan mentah) ke pengepul besar, dari pada mengolah menjadi produk bernilai tambah," katanya.

Masalahnya, berkaca dari Flores Timur, petani membutuhkan uang tunai cepat. Selain hal itu, kurangnya pengetahuan hingga sumber daya untuk melakukan hilirisasi.

Di UPT Tanameang, Desa Adabang, potensi mete dan kelapa cukup bagus, namun petani sering menjualnya dalam bentuk mentah. Tak hanya di tempat itu. Sejujurnya, petani Flores Timur, bahkan NTT umumnya, juga demikian.

"Kami berharap ada ilmu dan teknologi yang bisa diterapkan untuk mengolahnya menjadi produk bernilai tambah seperti VCO, sehingga pendapatan masyarakat bisa meningkat dan menggerakan industri-industri rumahan di kawasan transmigrasi adabang," ujar Kepala Desa Adabang, Damianus Adam Wada.

Kepala bidang (Kabid) Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Flores Timur, Yoseph Arnoldus Pati Hurint, mengaku hilirisasi sudah dilakukan selama sejak lama, tetapi terdapat beberapa tantangan yang menjadikan hilirisasi produk hijau di Kawasan Larantuka masih belum mencapai target yang ditentukan.

"Membangun industri itu tidak mudah,butuh keberlanjutan, mulai dari pendampingan hingga pemasaran. Salah satu kendala utama yang kami hadapi itu keterbatasan anggaran," kata Arnoldus.

Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) yang menjadi dasar dalam menentukan harga jual komoditas unggulan masih belum dipublikasikan secara real time, mengingat kondisi geografis Flores Timur yang berbentuk kepulauan.

"Jika HPP terlalu tinggi, harga jual bisa menjadi tidak kompetitif, sehingga  berdampak kepada keuntungan petani," katanya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved