Sidang Kasus Prada Lucky

Ahli Pidana Militer Sebut Kekerasan terhadap Prada Lucky Namo Dianggap Satu Rangkaian Kejahatan

Fokus sidang adalah mengurai bagaimana pertanggungjawaban pidana diterapkan kepada banyak pelaku yang melakukan kekerasan secara bergiliran.

Editor: Eflin Rote
POSKUPANG.COM/ONONG BORO
Saksi ahli pidana militer dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Dr. Deddy Manafe kembali dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus kematian prajurit TNI AD Prada Lucky Namo. Deddy Manafe dijadwalkan memberikan keterangan pada rentang 17–19 November 2025 dalam tiga berkas perkara berbeda 

Ringkasan Berita:
  • Fokus sidang adalah mengurai bagaimana pertanggungjawaban pidana diterapkan kepada banyak pelaku yang melakukan kekerasan secara bergiliran
  • Hukum pidana memiliki mekanisme untuk menjerat pelaku utama atau yang memiliki tanggung jawab pengawasan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus penganiayaan berat yang menewaskan Prada Lucky Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Selasa (18/11/2025).

Sidang kali ini menghadirkan 17 terdakwa, yakni Thomas Desambris Awi dan kawan-kawan dengan nomor perkara 41-K/PM.III-15/AD/X/2025

‎Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan dari ahli hukum pidana militer, Dr. Deddy Manafe, akademisi Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana. 

Fokus sidang adalah mengurai bagaimana pertanggungjawaban pidana diterapkan kepada banyak pelaku yang melakukan kekerasan secara bergiliran.

Di hadapan oditur, Deddy Manafe menjelaskan meskipun terdapat banyak pelaku yang menyiksa Prada Lucky Namo secara bergelombang dan bergantian, hukum pidana memiliki mekanisme untuk menjerat pelaku utama atau yang memiliki tanggung jawab pengawasan.

‎Dalam ilustrasi sidang yang disampaikan oleh Oditur, A dan B sebagai korban, C1 dan C2 adalah pelaku utama yang paling bertanggung jawab, C3 sampai C10 adalah orang yang ikut menyiksa.

‎Pelaku utama (C1 dan C2) bertanggung jawab penuh atas seluruh rangkaian kekerasan, karena perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan berlanjut (voortgezette handeling).

‎"Kalau kita lihat dari rangkaian perbuatan itu, semua itu dalam pertanggung jawaban dari C1 dan C2. Bahwa C3 dan seterusnya sampai C10 itu datang secara bergiliran, bergelombang, tetapi perbuatan mereka itu menjadi satu rangkaian dalam tanggung jawab C1 dan C2," jelas Ahli Dedi Manafe.

‎Ia menambahkan, karena korbannya sama dan tempatnya sama, maka seluruh aksi kekerasan tersebut dianggap sebagai satu kesatuan kejahatan yang terus-menerus.

Konsep voortgezette handeling ini diatur dalam Pasal 64 KUHP, dan ditujukan kepada orang yang bertanggung jawab atas penguasaan korban.

‎Berbeda dengan pelaku utama (C1 dan C2), Deddy Manafe menyebutkan para pelaku lain (C3 dan seterusnya) yang ikut menyiksa akan dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan perbuatan mereka yang berdiri sendiri-sendiri. Namun, perbuatan masing-masing pelaku ini secara kolektif menyebabkan luka parah hingga kematian pada korban.

‎"Akibat yang diderita oleh korban, itu secara kumulatif disebabkan oleh perbuatan yang bergelombang tadi," tegas Deddy Manafe.

‎Ahli menjelaskan, perbuatan C3 dan pelaku-pelaku berikutnya secara bergantian sangat berperan dalam memperburuk kondisi korban Lucky Namo.

Pertanggungjawaban pidana untuk C3 dan seterusnya akan disesuaikan dengan akibat yang ditimbulkan, yang bisa merujuk pada Pasal 131 KUHPM dari ayat 1 (menyakiti), ayat 2 (luka), hingga ayat 3 (berakibat mati). 

Baca juga: Sidang Kasus Prada Lucky Namo, Ahli Pidana Militer Soroti Relasi Atasan dan Bawahan

‎Kekerasan Berlapis Terhadap Prada Lucky Namo Jadi Pembunuhan Berencana?

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved