Sidang Kasus Prada Lucky

Ahli Pidana Militer Jelaskan Batasan Pembinaan dalam Sidang Kasus Kematian Prada Lucky Namo

Kematian Prada Lucky Prada menyita perhatian publik karena diduga kuat sebagai korban penganiayaan oleh seniornya di Yonif TP 834/WM

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/YOHANA
AHLI PIDANA MILITER - Deddy Manafe dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Pengadilan Militer III-15 Kupang menggelar sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Namo
  • Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi menghadirkan ahli pidana militer dari Fakultas Hukum Undana
  • Ahli pidana,militer yang dihadirkan adalah Deddy Manafe
  • Ahli dalam keterangannya mengatakan, keterangannya hanya berupa pendapat normatif    

 

POS-KUPANG.COM, KUPANG -  Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang dengan agenda pemeriksaan saksi ahli.

Pada persidangan kali ini, majelis hakim menghadirkan ahli pidana militer dari Undana, Deddy Manafe, untuk memberikan keterangan terkait batasan pembinaan dalam aturan militer.

Dalam keterangannya, ahli menjelaskan bahwa dalam dunia militer, tindakan pembinaan seperti teguran keras hingga hukuman fisik ringan terkadang dilakukan untuk membentuk kedisiplinan.

Namun, ia menegaskan bahwa setiap tindakan tetap harus dilakukan secara terukur, mempertimbangkan kondisi fisik yang dibina, serta tidak boleh melewati batas keselamatan.

“Dalam pembinaan, bisa saja digunakan tangan kosong, sabuk, atau alat lain. Itu hal yang biasa. Tapi atasan harus melihat kondisi bawahan. Kalau yang dibina sudah terengah-engah atau menunjukkan tanda bahaya, tindakan harus segera dihentikan,” ujar Deddy Manafe di hadapan majelis hakim.

Baca juga: Danyon Akui Temukan Indikasi Kekerasan: Laporan Dokter Menyimpulkan Trauma Tumpul pada Prada Lucky

Ia menegaskan bahwa setiap bentuk pembinaan fisik harus tetap berada dalam batas-batas kemanusiaan dan prosedur yang berlaku.

Menurutnya, pembinaan tidak boleh berubah menjadi tindakan kekerasan yang membahayakan nyawa peserta.

“Kalau 20 orang memukul satu orang masing-masing empat kali, itu bisa mematikan. Di situ tugas atasan memastikan keselamatan. Kalau pukulan ke-30 orang itu sudah terengah-engah atau pingsan, seharusnya pembinaan dihentikan,”  

Dalam konteks penerapan Pasal 131 yang dibahas dalam persidangan, ahli menilai bahwa tindakan akan masuk kategori pelanggaran apabila pembinaan tidak dilakukan secara terukur, melebihi batas kewajaran, atau mengabaikan keselamatan hingga menimbulkan akibat fatal.

Meski demikian, Deddy Manafe menekankan bahwa keterangannya hanya berupa pendapat normatif, bukan penilaian terhadap kejadian spesifik di lapangan, karena ia tidak berada di lokasi kejadian dan tidak mengetahui detail peristiwa yang menimpa Prada Lucky.

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda berikutnya sesuai penetapan majelis hakim.

Kasus ini terus menjadi sorotan publik, mengingat besarnya perhatian terhadap keadilan bagi almarhum Prada Lucky serta transparansi proses hukum di lingkungan militer.

Untuk diketahui, Anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere ( Yonif TP 834/WM ), Prada Lucky Namo (23) tewas dianiaya seniornya.

Prada Lucky Namo menghembuskan napas terakhir di IGD RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 11.23 Wita.

Kematian Prada Lucky Prada menyita perhatian publik karena diduga kuat sebagai korban penganiayaan oleh seniornya di Yonif TP 834/WM. 

Ia menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari di rumah sakit tersebut. (Yohana Lembung.Magang/vel)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved