Sidang Kasus Prada Lucky

Ahli Hukum Pidana Deddy Manafe : KUHPM Tidak Bekerja Secara Terpisah dari Hukum Pidana Umum

dalam penerapan hukum, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) tidak bekerja secara terpisah dari hukum pidana umum

Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/YUAN LULAN
SAKSI AHLI- Deddy Manafe, Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana dihadirkan sebagai saksi ahli hukum pidana militer dalam sidang lanjutan Perkara penganiayaan Prada Lucky Namo, Senin (17/11/2025) 
Ringkasan Berita:
  • Kasus Prada  Lucky Namo kembali disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025).
  • Sidang perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Ahmad Faisal, S. Tr. (Han)
  • ‎Ahli Deddy Manafe menjelaskan dalam penerapan hukum KUHPM tidak bekerja secara terpisah dari hukum pidana umum

 

‎POS-KUPANG.COM, KUPANG- Kasus penganiayaan berat terhadap Prada Lucky Namo yang berujung pada kematian kembali disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025). 

Sidang perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Ahmad Faisal, S. Tr. (Han) ini dengan agenda menghadirkan keterangan ahli hukum pidana, yakni Deddy Manafe, seorang akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana).

‎Dalam keterangannya, Ahli Deddy Manafe menguatkan posisi hukum bahwa tindak pidana yang terjadi di lingkungan militer, seperti penganiayaan terhadap bawahan, dapat disandingkan atau dikaitkan dengan ketentuan yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau hukum pidana umum.

‎Ahli Deddy Manafe menjelaskan bahwa dalam penerapan hukum, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) tidak bekerja secara terpisah dari hukum pidana umum. Jika terdapat kesesuaian, hukum pidana umum dapat dijadikan rujukan.

‎“Karena ketika kita menerapkan KUHPM, ketika ada bersesuaian dengan KUHP, hukum pidana umum, maka hukum pidana umum pun bisa disandingkan atau yang namanya junto atau dikaitkan,” ujar Ahli Deddy Manafe di hadapan Oditur dan Majelis Hakim.

‎Ia membagi tindak pidana militer menjadi dua: kejahatan (reks deliten) dan pelanggaran (wet deliten).

Baca juga: Sempat Periksa Prada Lucky Namo, Danyon TP 834 Waka Nga Mere Akui Tak Sadar Ada Bekas Penganiayaan

Untuk jenis kejahatan, Deddy Manafe membedakannya lagi menjadi kejahatan militer murni (hanya bisa dilakukan militer, seperti disersi dan insubordinasi) dan kejahatan yang kebetulan dilakukan oleh militer, padahal itu adalah kejahatan umum.

‎Penganiayaan atau penyiksaan, menurutnya, termasuk dalam kategori kejahatan umum yang dilakukan di lingkungan militer.

“Yang hanya bisa dilakukan oleh orang dengan kualifikasi militer itu adalah mulai dari insubordinasi atau ketidaktaatan, kemudian disersi... [Itu] hanya bisa dilakukan oleh orang yang berstatus sebagai anggota atau personel militer,” jelasnya.

‎Namun, ia menegaskan, penganiayaan adalah jenis perbuatan pidana yang bisa dilakukan oleh siapapun, baik sipil maupun militer. Hal ini sesuai dengan Pasal 351 KUHP dalam hukum pidana umum.

‎“Misalnya Pasal 131 KUHPM itu berkaitan dengan Penganiayaan atau penyiksaan, itu bersesuaian dengan Pasal 351 KUHP di pidana umum. Dan dengan kata lain yang namanya penganiayaan atau penyiksaan itu siapapun bisa lakukan. Mau militer, mau sipil bisa lakukan. Tetapi, ketika dilakukan oleh anggota personel militer, maka dia menjadi tindak pidana militer,” tutup Ahli Dedi Manafe, menggarisbawahi inti delik umum dalam kasus tersebut.(Siscohalut.magang/vel)

‎Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved