Sidang Kasus Prada Lucky

Ahli Pidana Militer Sebut Pemukulan di Kasus Prada Lucky Namo Tidak Dibenarkan

Sidang dimulai tepat pukul 10.20 WITA di ruang sidang utama dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyatno. 

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/YUAN LULAN
Deddy Manafe, dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana yang juga merupakan ahli hukum pidana militer yang menerangkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus Prada Lucky (17/11/2025) 

Ringkasan Berita:

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025). 

Pada persidangan kali ini, majelis hakim menghadirkan seorang ahli pidana militer untuk memberikan keterangan terkait batasan tindakan pembinaan dan kemungkinan masuknya tindakan tersebut ke ranah pidana.

Perkara bernomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 ini menyeret Lettu Inf. Ahmad Faisal, S.Tr.Han sebagai terdakwa.

Sidang dimulai tepat pukul 10.20 WITA di ruang sidang utama dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyatno. 

Ia didampingi dua hakim anggota, yaitu Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.

Sementara tim Oditur Militer diwakili oleh Letkol Chk Alex Panjaitan, Letkol Chk Yusdiharto, dan Mayor Chk Wasinton Marpaung, S.H.

Ahli Tegaskan Pembinaan Tidak Boleh Melukai

Saksi ahli yang dihadirkan adalah Deddy Manafe, dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana yang juga merupakan ahli hukum pidana militer. 

Dalam kesaksiannya, ia menjelaskan secara mendalam perbedaan antara pembinaan disiplin dan tindak pidana di lingkungan militer.

Menurut Deddy, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer menegaskan pembinaan harus membawa manfaat bagi personel maupun organisasi. 

Jika suatu tindakan tidak membawa manfaat atau malah menimbulkan luka, maka tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai delik.

“Kata kuncinya adalah motif dan tujuan. Bila pembinaan justru menyakiti, melukai, atau bahkan mengakibatkan kematian, maka itu bukan lagi pembinaan tetapi masuk ranah pidana militer,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan Pasal 131 KUHPM secara spesifik mengatur tindakan menyakiti, melukai, hingga menyebabkan kematian terhadap bawahan. 

Untuk menentukan apakah pasal tersebut dapat diterapkan, harus ditelusuri unsur mens rea (sikap batin) dan actus reus (tindakan nyata), termasuk motif, alat yang digunakan, cara melakukan tindakan, dan akibat yang muncul.

Baca juga: Ahli Pidana Militer Dihadirkan dalam Sidang Lanjutan Kasus Kematian Prada Lucky Namo

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved