Penelantaran Pasien di Malaka

Keluarga Ungkap Kronologi Dugaan Penelantaran Ibu Melahirkan di Puskesmas Sarina

Keluarga korban mengungkap kronologi rinci mengenai lambatnya respons tenaga medis yang berujung pada meninggalnya bayi dan kondisi kritis

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/KRISTOFORUS BOTA
Mama kecil korban, Sesilia Eno, memberikan keterangan kepada media. Pihak keluarga sangat kecewa karena tenaga medis di Puskesmas Sarina dinilai tidak mengambil langkah cepat. Senin (17/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Keluarga korban mengungkap kronologi rinci mengenai lambatnya respons tenaga medis yang berujung pada meninggalnya bayi dan kondisi kritis sang ibu di ruang ICU 
  • Staf piket di Puskesmas Sarina tidak bisa mengambil keputusan mandiri
  • Dokter tidak ada, kepala puskesmas juga tidak ada. Dokter setelah dikonfirmasi hanya minta kirim foto pasien

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Kristoforus Bota

POS-KUPANG.COM, BETUN - Kasus dugaan pembiaran terhadap ibu hamil, Adelia Bubu, di Puskesmas Sarina, Kecamatan Botin Leobele, kembali memunculkan fakta mengejutkan.

Keluarga korban mengungkap kronologi rinci mengenai lambatnya respons tenaga medis yang berujung pada meninggalnya bayi dan kondisi kritis sang ibu di ruang ICU RSPP Betun, dan telah dirujuk ke Rumah Sakit Siloam Kupang.

Dalam penuturan keluarga, proses rujukan yang seharusnya dilakukan segera justru tertahan hampir 24 jam, tanpa adanya keputusan jelas dari dokter maupun kepala puskesmas.

Salah satu keluarga korban, Fredirikus Seran, kepada POS-KUPANG.COM, Selasa (18/11/2025) menjelaskan korban mulai mengeluh hendak melahirkan pada Sabtu (15/11/2025).

“Saat itu kami telepon ke puskesmas untuk dijemput pakai ambulans. Kami masuk Sabtu malam, tapi baru Minggu sore pasien dirujuk ke RSPP Betun,” ujarnya.

Menurut Fredirikus, staf piket di Puskesmas Sarina tidak bisa mengambil keputusan mandiri. Mereka mengaku hanya dapat bertindak berdasarkan instruksi dokter atau kepala puskesmas, yang keduanya pada saat itu tidak berada di tempat.

“Mereka bilang serba salah. Dokter tidak ada, kepala puskesmas juga tidak ada. Dokter setelah dikonfirmasi hanya minta kirim foto pasien. Dan fotonya pun sudah dikirim,” jelasnya.

Ia mempertanyakan standar penanganan seperti itu.

“Apakah foto pasien itu bisa jadi jaminan penanganan? Seharusnya ibu dokter itu datang atau minimal hubungi kepala puskesmas supaya bisa ambil keputusan cepat untuk rujuk. Ini soal nyawa dua orang,” tegasnya.

Disampaikan Frederikus pasien itu merupakan seorang ibu guru yang juga berjasa untuk negara dan bangsa ini.

"Tapi saat membutuhkan penanganan kesehatan, dia malah dipersulit karena rujukan terlambat dengan alasan karena dokter dan kepala puskesmas tidak ada keputusan secepatnya,” ungkapnya dengan nada kesal.

Mama kecil korban, Sesilia Eno, juga menceritakan bagaimana kondisi Adelia terus melemah tanpa kepastian tindakan medis.

Baca juga: BREAKING NEWS: Dugaan Penelantaran Pasien Melahirkan di Puskesmas Sarina, Bayi Meninggal Ibu Kritis

Menurutnya, di puskesmas ada tiga bidan piket. Mereka memang sempat memeriksa pasien dan menyatakan air ketuban belum pecah. Namun ketika keluarga meminta rujukan, penjelasan yang muncul selalu sama, menunggu instruksi dokter dan kepala puskesmas.

“Anak Adelia ini napas sudah sesak, muka sudah pucat semua. Saya tanya mereka, bagaimana? Konsultasi dengan dokter supaya cepat rujuk sudah. Tapi bidan bilang tunggu dokter. Kami orang bodoh cuma bisa minta saja. Anak kami ini sudah setengah mati. Tapi mereka bilang tahan-tahan dulu. Baru Minggu sore pasien dibawa ke Betun,” ujar Sesilia dengan nada lirih.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved