Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Juliana Ndolu : Menormalisasi Kekerasan Seksual dengan Alasan UU Lemah Sama Kejinya dengan Pelaku 

Akademisi Undana Kupang, Yuliana Ndolu, SH, menegaskan, anak yang melakukan pelacuran tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku.

POS KUPANG/HO
JULIANA NDOLU - Akademisi dari Undana Kupang, Dr. Juliana Ndolu, SH, M.Hum. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG -  Akademisi Undana Kupang, Dr. Juliana Ndolu, SH, M.Hum, menegaskan, anak yang melakukan pelacuran tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku. Pernyataan ini menurut Yuliana, didasarkan atas bebarapa alasan mendasar. 

Pernyataan Juliana Ndolu, SH ini terkait dengan kasus eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman yang melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak dibawah umur. Dua diantaranya, ditemui Fajar Lukman melalui aplikasi michat. 

Juliana Ndolu mengatakan, anak yang melakukan pelacuran adalah korban dari sistem yang buruk dimana negara gagal memberikan perlindungan dan mensesahjeratakan anak.

Baca juga: Pdt Emmy Sahertian Tekankan Aparat Negara Lakukan Transaksi Seksual dengan Anak di Bawah Umur 

Juliana Ndolu juga tidak menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak dengan alasan kelemahan UU.

"Mensejahterahkan anak adalah tanggung jawab negara. Sudah saatnya memberhentikan normalisasi kekerasan seksual terhadap anak dengan alasan kelemahan undang undang," tegas Juliana Ndolu, Rabu (17/9/2025) malam. 

FAJAR LUKMAN - Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.
FAJAR LUKMAN - Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. (POS-KUPANG.COM/MARIA SELFIANI BAKI WUKAK )

Bagi Juliana Ndolu, kelemahan UU adalah tanggung jawab negara bukan tanggung jawab anak.  

"Menormalisasi kekerasan seksual terhadap dengan alasan kelemahan undang undang sama kejinya dengan melakukan kekerasan seksual," tutup Juliana Ndolu.

Juliana Ndolu juga menegaskan bahwa anak yang melakukan pelacuran tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku karena beberapa alasan mendasar. 

Baca juga: Saksi Ahli Deddy Manafe Sebut UU Tidak Atur Anak yang Melacurkan Diri itu adalah Korban

Pertama, berdasarkan Konvensi Hak Anak (CRC) yang telah diratifikasi Indonesia dan UU Perlindungan Anak (UU No. 23/2002 jo. UU No. 35/2014), anak yang terlibat dalam prostitusi dikualifikasikan sebagai korban eksploitasi seksual komersial.

"Karena kedudukannya yang rentan dan belum cakap hukum, anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang bukan merupakan pilihan bebas," kata Juliana Ndolu.

Kedua, anak yang terlibat dalam prostitusi berada dalam posisi rentan akibat kemiskinan, tekanan keluarga, maupun eksploitasi oleh pihak lain.

"Oleh karena itu, hukum mengkualifikasikan mereka sebagai korban eksploitasi seksual, bukan pelaku tindak pidana," kata Juliana Ndolu.

Ketiga, UU No. 21/2007 dan KUHP baru (UU No. 1/2023) menegaskan bahwa anak dalam prostitusi adalah korban eksploitasi seksual.

Baca juga: Terdakwa Fani Tegaskan Keterangan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Penuh Kebohongan

"Sementara pertanggungjawaban pidana dibebankan pada pihak yang memaksa, memfasilitasi, atau mengambil keuntungan," jelas Juliana Ndolu.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved