Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Kuasa Hukum Fajar Lukman Tanggapi Putusan Mejelis Hakim untuk eks Kapolres Ngada

Akhmad Bumi, kuasa hukum eks Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menyatakan masih pikir-pikir

|
POS-KUPANG.COM/ TARI RAHMANIAR ISMAIL
AKHMAD BUMI - Akhmad Bumi, SH.kuasa hukum terdakwa eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, usai sidang pembacaan Pledoi di PN Kupang, Senin (29/9/2025) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Kuasa hukum mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, Ahmad Bumi, menyatakan pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum lanjutan usai majelis hakim menjatuhkan vonis 19 tahun penjara terhadap kliennya.

Sidang pembacaan putusan digelar terbuka untuk umum di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Selasa (21/10/2025) siang. 

Dalam sidang itu, Fajar dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan tipu muslihat untuk melakukan persetubuhan terhadap anak, serta diwajibkan membayar denda Rp 5 miliar dan restitusi kepada tiga korban sebesar Rp 359 juta.

Usai sidang, Ahmad Bumi mengatakan bahwa pihaknya menghormati putusan majelis hakim, namun masih akan mempelajari isi putusan sebelum memutuskan langkah banding.

"Keputusannya kita hormati, tadi kita sudah katakan, akan pikir-pikir selama tujuh hari, apakah banding atau tidak," kata Akhmad Bumi

Ditanya komentanya terkait seluruh pledoi penasihat hukum ditolak majelis hakim, Akhmad bumi mengatakan, pihaknya ada satu  pandnagan.

"Dengan persidangan yang sama-sama kita dengar ada satu ruang bahwa seolah ruangnya kita berikan sebesar-besarnya kepada anaka untuk melakukan seperti yang kita dengar di putusan tadi. Menjual diri melalui michat. Seharusnya anak itu kalau kita pandang sebagia pelaku kan bisa dibina di LP anak, sesuai UU peradilan pidana anaka. Tapi itu tidak diatur, semuanya kita pandang sebagai korban. Jadi ruang itu diberikan oleh hukum melalui putusan itu. Ini menjadi salah sau pandangan. Saya pikir semua pihak untuk memikirkan hal itu," jelas Akhmad Bumi.  

Akhmad Bumi juga mengatakan, tim pengacara akan melihat dulu fakta dalam putusan majelis hakim tersebut. “Soal putusan itu, kami hormati. Tapi kami akan lihat dulu fakta yang tertulis dalam putusan tersebut,” tambahnya.

Menurut Ahmad Bumi, sejumlah pertimbangan yang telah diajukan dalam pledoi (nota pembelaan) sebelumnya juga telah diakomodasi sebagian oleh majelis hakim, termasuk soal pemberian restitusi kepada korban.

Akhmad Bumi menyoroti bahwa dalam perkara ini, penting bagi aparat penegak hukum untuk melihat posisi anak-anak dalam kasus kekerasan seksual secara utuh, bukan sebagai pelaku, melainkan sebagai korban yang perlu mendapat perlindungan dan pembinaan.

“Majelis tadi sudah memberikan pertimbangan bahwa hukum memberikan ruang kepada anak-anak. Dalam perspektif hukum, anak yang terlibat dalam perkara seperti ini tidak dipandang sebagai pelaku, tapi korban yang harus dibina,” jelasnya.

Ahmad menjelaskan, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) mengatur tiga posisi anak dalam hukum pidana, yakni sebagai pelaku, korban, atau saksi. Karena itu, menurutnya, langkah pembinaan dan pemulihan anak harus dijalankan secara proporsional.

 “Kami melihat perlu ada ruang pembinaan yang sesuai, misalnya di lembaga pembinaan anak, bukan hanya pemulihan psikis di Dinas Sosial. Itu mungkin pilihan hukum yang bisa dipertimbangkan ke depan,” katanya.

Putusan terhadap Fajar ini menjadi akhir dari proses panjang persidangan yang mendapat perhatian publik di Nusa Tenggara Timur.

Sidang sebelumnya, Stefani Rehi Doko alias Fani, mahasiswi yang merekrut tiga anak korban, juga telah dijatuhi hukuman 11 tahun penjara oleh PN Kupang. (uan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved