Opini

Opini: Bahaya Learning Poverty

Kemampuan membaca anak SD di Indonesia hanya 0,001 yang berarti hanya 1 dari 1.000 anak SD di Indonesia yang terliterasi dengan baik. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI ADRIANUS NGONGO
Adrianus Ngongo 

Dampak buruk yang dapat menghambat tercapainya Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang. 

Bergerak bersama

Mengingat betapa berbahayanya learning poverty bagi bangsa dan negara ini maka perlu dicarikan solusinya. 

Semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan perlu bekerja bersama bahu membahu satu sama lain untuk memastikan learning poverty dapat dikikis dan diberantas. 

Pihak pertama yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah. Pemerintah memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mendisain kebijakan, menyiapkan kurikulum yang adaptif, meningkatkan kualitas guru serta menyediakan akses pendidikan yang bermutu dan merata bagi semua anak. 

Pendekatan pembelajaran mendalam yang sementara gencar dilaksanakan saat ini adalah salah satu kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi persoalan learning poverty. 

Selain pemerintah, peran sekolah, guru, orangtua dan masyarakat juga tak kalah penting. 

Sekolah berperan penting dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual dan berpusat pada anak didik (student centered) sehingga mereka termotivasi membaca dan memahami teks. 

Karena itu, aktivitas seperti penyediaan pojok baca, perpustakaan dan ruang baca yang menarik serta kegiatan literasi harian perlu dikembangkan untuk mendorong minat baca. 

Pembelajaran yang berlangsung di kelas juga mesti fokus pada pemahaman dan bukan hafalan.

Guru adalah garda utama dalam mengatasi isu learning poverty anak didik. Guru adalah pihak pertama yang berinteraksi dengan anak didik di kelas. 

Ia dituntut mampu mendeteksi sejak dini kesulitan membaca dan memahami bacaan yang dilanjutkan dengan memberikan bimbingan sesuai kebutuhan anak didik. 

Melalui metode pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, guru dapat menumbuhkan minat baca serta membangun pemahaman mendalam. 

Lebih penting lagi, guru nesti menjadi teladan dalam budaya literasi dengan sering membaca dan berdiskusi dengan anak didik. 

Jangan sampai terjadi, guru menyuruh anak didiknya membaca sementara dia sendiri bermain gawai di hadapan anak didiknya.

Peran orangtua juga tidak kalah krusial. Proses belajar anak tidak hanya terjadi di sekolah tetapi juga di rumah. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved