Opini
Opini: Menakar Penyelenggara Pemilu Secara Proporsional
Demokrasi tidak diukur dari absennya kesalahan, melainkan dari kemauan belajar tanpa kehilangan arah konstitusi.
Demokrasi tidak diukur dari absennya kesalahan, melainkan dari kemauan belajar tanpa kehilangan arah konstitusi.
Tugas penyelenggara pemilu adalah menjaga jalur hukum dan ritme konstitusi.
Reputasi lembaga tidak dibangun oleh reaksi spontan, tetapi oleh konsistensi yang tenang.
Dalam pengalaman Indonesia, KPU bukan hanya lembaga administratif, tetapi juga penafsir moral dari sistem demokrasi itu sendiri, menjadi jangkar yang menjaga agar demokrasi tidak kehilangan bentuknya di tengah suara-suara yang bertubrukan.
Philippe Schmitter menyebut demokrasi sebagai a system that institutionalizes uncertainty, sistem yang menata ketidakpastian melalui aturan yang disepakati.
Pemilu di Indonesia menunjukkan bagaimana ketidakpastian politik dapat dikelola secara tertib sejauh prosedur dipatuhi dan mekanisme koreksi berjalan.
Dari situ lahir keyakinan bahwa legitimasi tidak diberikan, tetapi diperoleh melalui pelaksanaan mandat yang terbuka dan dapat diaudit.
Kekuatan demokrasi tidak terletak pada suara yang paling nyaring, melainkan pada keandalan institusi yang stabil.
Di tengah derasnya arus informasi dan opini yang bersilang, KPU berdiri sebagai penjaga rasionalitas proses elektoral, memastikan setiap tahapan berjalan dalam koridor konstitusi dan hukum menjadi jalan tengah yang adil bagi semua.
Di situlah demokrasi menemukan bentuk sejatinya, bukan pada kemenangan suara, melainkan pada kesetiaan terhadap proses yang adil dan rasional. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Fointuna-Jemris3.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.