Opini

Opini: Menakar Penyelenggara Pemilu Secara Proporsional

Demokrasi tidak diukur dari absennya kesalahan, melainkan dari kemauan belajar tanpa kehilangan arah konstitusi. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI JEMRIS FOINTUNA
Jemris Fointuna 

Karena itu penilaian terhadap KPU perlu ditakar secara proporsional, antara keberhasilan dan kekurangan, antara ruang koreksi dan capaian integritas yang nyata. 

Albert O. Hirschman (1970) menyebut hubungan antara publik dan lembaga sebagai tarikan antara voice atau kritik dan loyalty atau kepercayaan. 

Keduanya penting bagi kesehatan demokrasi. Tanpa kritik, lembaga kehilangan daya koreksi, tanpa kepercayaan, lembaga kehilangan legitimasi. 

Keseimbangan antara keduanya menjadi rumus yang menentukan daya tahan lembaga publik di tengah tekanan opini yang berubah cepat.

Dalam kerangka Pippa Norris tentang electoral integrity, capaian KPU mencerminkan resilience kelembagaan, bukan tanpa cela, tetapi ketahanan dalam tekanan. 

Banyak negara yang lebih homogen gagal menjaga keteraturan dalam situasi demikian. 

Indonesia justru membuktikan bahwa keberagaman dapat menjadi sumber daya lenting demokrasi. 

Namun legitimasi tidak bergantung pada hasil saja, rasa keadilan dalam proses menjadi modal besar dalam menjaga kepercayaan publik.

Di tingkat lokal, prinsip-prinsip demokrasi menemukan bentuk paling nyata. 

Di Nusa Tenggara Timur, demokrasi tidak hadir dalam simbol, tetapi dalam kerja konkret. 

Petugas pemilu menempuh laut dan daratan untuk mengantar logistik, PPS bekerja di desa dengan sinyal terbatas, dan warga membuka halaman rumah serta balai adat untuk menjadi TPS. 

Inilah gambaran everyday democracy, partisipasi nyata yang tumbuh dari civic virtue budaya lokal.

Dari partisipasi yang bersifat fisik, demokrasi juga tumbuh melalui pembelajaran berkelanjutan. 

Dalam pandangan Dahl, kualitas demokrasi tidak hanya ditentukan oleh prosedur pemilihan, tetapi juga oleh enlightened understanding. Warga perlu memahami konsekuensi politik dari pilihannya. 

KPU menjalankan mandat pendidikan pemilih melalui kelas demokrasi, sosialisasi di sekolah dan kampus, serta pendekatan inklusif bagi pemilih dengan kebutuhan aksesibilitas. 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved