Opini

Opini: Perhatikan Perhatian!

Ada yang sampai stres dan depresi ketika tidak mendapatkan banyak pengakuan dan perhatian digital. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Melki Deni, S. Fil 

Oleh:  Melki Deni, S.Fil
Sedang Studi Teologi di Universidad Pontificia Comillas, Madrid, Spanyol.

POS-KUPANG.COM - Kita sedang memasuki rezim informasi. Tiap saat kita disodorkan begitu banyak notifikasi dari berbagai informasi. Notifikasi mengganggu atensi. Informasi mengusik konsentrasi. 

Notifikasi dan informasi membuat kita melupakan intensi. Bunyi notifikasi di ponsel pintar bisa menjadi bukti bahwa kita adalah orang penting, karena mendapatkan banyak informasi, pesan, permintaan, dll. 

Tetapi kalau kesepian notifikasi, ada yang mendadak sepi. Agar tidak mati dikepung sepi, kita membuka ponsel pintar, dan mencari informasi, menyalakan notifikasi sampai kita sendiri tidak mampu mengendalikan diri dan notifikasi informasi. 

Atas nama kebebasan dan kehendak pribadi kita bebas mengakses dan menelusuri seluruh ruang digital: mengunggah foto dan video, menunjukkan apa yang baru saja terjadi, dan mengharapkan adanya respons balik dari yang lain. 

Baca juga: Opini: Purbaya Antara Promotheus dan Sisyphus

Ada yang sampai stres dan depresi ketika tidak mendapatkan banyak pengakuan dan perhatian digital. 

Namun ada yang secara suka rela mengekspolitasi diri agar mendapatkan nilai lebih dari penggunaan media sosial dengan melakukan ekshibisi, pinjol, penjualan data-data pribadi, foto, video, dll. 

Pada era informasi ini, perhatian kepada agama, Tuhan, sesama, dan diri sendiri semakin merosot. Autoeksploitasi bukanlah tindakan perhatian

Perhatian tidak mengeksploitasi siapapun/ apapun. Narsisme, stres, dan depresi digital merupakan akibat lanjutan dari krisis perhatian ini. 

Krisis perhatian seperti pandemi, bisa membasmi siapapun dalam waktu cepat. 

Seseorang, keluarga, komunitas, pemerintah, presiden dan siapapun bisa menderta stres, depresi, mati, bunuh diri, kalau kebutuhan akan perhatiannya tidak terwujud. 

Dalam semua bidang kehidupan manusia, perhatian adalah jalan satu-satunya menuju diskursus, pengakuan, dan kesalingpahaman. 

Dan perhatian selalu mengharuskan tindakan mendengarkan, yakni membiarkan orang lain mengekspresikan diri, berbicara dan menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran dan perasannya tanpa memotong pembicaraannya. 

Orang bilang, mendengarkan dengan penuh perhatian dan perhatian terhadap pendengar dan pembicara merupakan obat mujarab dan gerbang keselamatan.

Dalam publikasi terbarunya, “Sobre Dios. Pensar con Simone Weil”, filsuf Korea Selatan Byung-Chul Han merefleksikan krisis spiritual saat ini sebagai akibat dari hilangnya kapasitas kontemplatif. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved