Opini
Opini: Pendidikan di Bawah Awan Panas
Ketika suhu di Kupang menembus 36 derajat Celsius, kita tidak bisa mengharapkan anak-anak kita belajar secara optimal.
Namun, sekali lagi edukasi ini tidak boleh lagi menjadi materi sisipan yang membosankan di pelajaran IPA, tetapi harus menjadi inti dari kurikulum muatan lokal karena ini adalah realitas lokal yang tak dapat dipungkiri.
Anak-anak sekolah dasar di Pulau Semau misalnya, harus memahami bagaimana panas ekstrem memengaruhi panen jagung keluarga mereka, bagaimana kekeringan menurunkan kualitas air sumur, mengapa pesisir mereka terkikis, dan bagaimana menghemat air, menjaga kebersihan lingkungan dan menanam bakau ternyata dapat melindungi desa mereka.
Mereka juga harus diajarkan perilaku adaptif, mulai dari mengelola sampah, dan kesiapsiagaan bencana sebagai keterampilan hidup (life skill).
Di sinilah peran vital NGO dan masyarakat sipil, yakni menjembatani kebijakan dengan implementasi di tingkat akar rumput, sekaligus menjadi motor penggerak edukasi.
Upaya edukasi ini harus melampaui dinding sekolah. Kita harus memanfaatkan semua kanal.
Pemerintah dan NGO dapat berkolaborasi menciptakan konten kreatif di media sosial—TikTok, Facebook, Instagram—yang menyasar orang tua dan masyarakat umum, menggunakan bahasa lokal dan konteks yang relevan untuk menjelaskan risiko iklim dan solusi praktis di rumah.
Menatap Masa Depan yang Tangguh
Daratan Timor sedang menghadapi masa depan yang lebih panas dan kering.
Namun, di balik tantangan itu, ada peluang untuk menyiapkan generasi yang tangguh dan berdaya.
Jika kita mampu menjadikan sekolah dasar sebagai pusat edukasi dan aksi iklim, maka anak-anak hari ini tidak hanya menjadi korban perubahan iklim—tetapi juga pelaku perubahan menuju masa depan yang berkelanjutan.
Ini bukan sekadar menyelamatkan lingkungan; ini adalah tentang menyelamatkan masa depan sumber daya manusia kita. Ini adalah investasi paling fundamental yang bisa kita lakukan.
Perubahan iklim mungkin tak bisa kita hentikan sepenuhnya, tetapi kemampuan kita beradaptasi dan mendidik anak-anak untuk hidup selaras dengan alam adalah bentuk perlawanan paling bermartabat.
Timor yang kering bisa menjadi Timor yang tangguh, asal kita mulai dari ruang kelas, dari anak-anak, dari sekarang.
Kegagalan bertindak hari ini berarti kita secara sadar mengorbankan kapasitas intelektual generasi penerus di tanah Flobamora. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
| Opini: Paradoks NTT, Pengangguran Rendah Kemiskinan Tinggi |
|
|---|
| Opini: Alarm Merah Flobamora di Bawah Ancaman Darurat Predatorisme Anak |
|
|---|
| MBG: Kualitas Atau Kuantitas Pendidikan |
|
|---|
| Opini: By Product Ikan Berpotensi Menyelamatkan Gizi Masyarakat dan Dompet Peternak |
|
|---|
| Opini: TKA Mendorong Terwujudnya Asesmen yang Obyektif dan Adil |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Dody-Kudji-Lede2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.