Opini

Opini: Menjaga Bahasa dalam Lanskap Digital

Ketika bahasa dicampur tanpa kendali atau diganti secara paksa, yang hilang bukan sekadar kata, tetapi juga makna dan identitas.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Yoseph Yoneta Motong Wuwur 

Setiap individu berhak untuk berkomunikasi, belajar, dan berpartisipasi dalam masyarakat menggunakan bahasa yang ia pahami. Ini adalah prasyarat keadilan dan inklusi sosial.

Di banyak tempat, bahasa ibu justru dianggap penghalang kemajuan. Sekolah-sekolah lebih memprioritaskan bahasa nasional atau internasional, sehingga anak-anak dari komunitas minoritas merasa terpinggirkan dan kehilangan koneksi dengan budayanya sendiri.

Pelayanan publik yang hanya tersedia dalam satu bahasa turut menciptakan ketimpangan.

Ketika seseorang tidak bisa mengakses informasi kesehatan, hukum, atau pendidikan karena kendala bahasa, maka hak dasarnya pun ikut terabaikan.

Pemerintah dan lembaga harus mengakui bahwa keragaman bahasa adalah kekayaan, bukan beban. 

Hak linguistik harus dijamin dalam kebijakan, disuarakan dalam advokasi, dan diterapkan dalam praktik keseharian.

Warisan Tak Tergantikan

Bahasa ibu adalah suara pertama yang kita dengar, dan bahasa yang membentuk kesadaran awal kita tentang dunia. 

Ia adalah pintu masuk ke dalam nilai-nilai keluarga, tradisi, dan identitas lokal. Sayangnya, banyak bahasa ibu kini terancam punah.

Ketika bahasa ibu ditinggalkan, tidak hanya kosakata yang hilang, tetapi juga cara berpikir dan cara hidup yang diwariskan turun-temurun. 

Bahasa bukan hanya kata, tapi juga cara kita mengungkapkan kasih, marah, atau sedih secara khas dan bermakna.

Dalam keluarga urban, banyak orang tua memilih tidak mengajarkan bahasa ibu kepada anak karena dianggap tidak “berguna” secara ekonomi. 

Padahal, kemampuan berbahasa ganda justru memperkaya daya kognitif dan sosial anak.

Revitalisasi bahasa ibu harus dilakukan dengan kesadaran kolektif. Ajarkan anak-anak kita bahasa leluhurnya, gunakan dalam percakapan sehari-hari, dan bangun narasi bahwa Bahasa ibu adalah kebanggaan, bukan beban.

Bahasa dan Keadaban Digital

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved