TTU Terkini
Program JKN, Upaya Negara Melindungi Ibu dan Bayi dari Ancaman Tradisi Nu di Perbatasan RI-RDTL
Bahkan, ketika masih muda Fransiska memberikan pelayanan sebagai bidan tradisional (membantu ibu-ibu melahirkan) sampai ke desa tetangga.
Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon
POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Fransiska Lalus (80) sibuk membersihkan kacang hijau di atas nyiru. Tangannya bergetar mengais biji kacang hijau. Biji afkir disimpan di sebuah wadah. Lansia kelahiran 01 Januari 1994 ini, rela melawan rabun demi menyajikan makanan terbaik bagi menantu dan cucunya yang baru saja menjalani proses persalinan 8 hari silam.
Kendati tidak tamat Sekolah Rakyat, Fransiska merupakan seorang dukun sekaligus bidan tradisional yang sangat terkenal di Desa Bakitolas, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada zaman dahulu.
Bahkan, ketika masih muda Fransiska memberikan pelayanan sebagai bidan tradisional (membantu ibu-ibu melahirkan) sampai ke desa tetangga.
Hari itu, Rabu, 16 Juli 2025, penulis menempuh perjalanan sejauh 33 kilometer untuk sampai di desa ini dengan waktu tempuh 1,5 jam. Hawa panas mengakar di ubun-ubun. Desa Bakitolas terletak tepat di wilayah perbatasan RI-RDTL Distrik Oecusse (sebuah wilayah Enklave Negara Timor Leste yang berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTU).
Fransiska berdomisili bersama anaknya Mikhael Elu (44), menantu dan cucunya di RT 004, RW 001, Dusun 002.
Tradisi Nu (Tradisi Memanggang Bayi dan Ibu) atau Lal Ai Mam
Dalam bahasa Dawan (Pulau Timor, NTT) “Nu” berarti mengeram. Beberapa wilayah di Kabupaten TTU menyebut tradisi ini dengan sebutan “Lal Ai Mam”.
Dalam konteks tradisi ini, konotasi “mengeram” memiliki arti; selama masa nifas, ibu dan bayi tidak diperkenankan keluar dari dalam rumah atau kamar.
Fransiska sendiri adalah seorang penyintas tradisi Nu. Zaman dahulu tradisi Nu dipraktekkan dengan cukup ekstrem.
Menurut kepercayaan masyarakat Desa Bakitolas, tradisi Nu dilaksanakan agar tubuh bayi menjadi kuat, mencegah epilepsi dan menghindari godaan makhluk jahat.
Konon, bayi yang tidak melaksanakan tradisi ini terlihat lemas dan mudah sakit. Tradisi ini dilakukan selama 1 bulan sampai 3 bulan.
Dalam praktek tradisi Nu, bara api disimpan tepat di bawah kolong tempat tidur dimana ibu dan bayi berbaring.

Tempat tidur sengaja dibuat dari bilah bambu agar asap dan panas bara api langsung memanggang tubuh ibu dan bayi. Pada beberapa kasus, bara api menyebabkan tubuh bayi terkelupas.
Masyarakat biasanya menggunakan kayu kesambi demi menjaga kualitas bara api. Tradisi Nu juga dilakukan untuk menghangatkan tubuh ibu dan bayi pasca kelahiran.
Warga Desa Sekon Keluhkan Distribusi Air hingga Jembatan Rusak |
![]() |
---|
102 Narapidana di Lapas Kefamenanu Terima Remisi HUT ke-80 Kemerdekaan RI |
![]() |
---|
Kasus Kematian Tidak Wajar Dua Orang Anak di Kilometer 4 Kefamenanu Masih Misterius |
![]() |
---|
Sukses Pelaksanaan Lomba HUT ke-80 RI di Kecamatan Miomaffo Barat |
![]() |
---|
Penyidik Gakkum Kemenhut Bali Nusra Lengkapi Berkas Tersangka Dugaan Penimbunan Kayu Tanpa Dokumen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.