Opini
Opini: Menghidupi Negeri dari Sepiring Gizi
Ini bukan semata persoalan kemiskinan, melainkan wujud ketimpangan struktural dan krisis keadilan sosial.
Memutus Rantai Kemiskinan
Kemiskinan dan gizi buruk saling mengikat dalam lingkaran setan yang sulit diputus.
Anak yang tumbuh tanpa asupan gizi memadai akan kesulitan berkembang secara kognitif, tertinggal dalam pendidikan, dan akhirnya terjebak dalam pekerjaan berpenghasilan rendah.
Masalah ini tidak cukup diatasi dengan bantuan sesaat. Dibutuhkan intervensi yang menyentuh akar, yaitu akses terhadap pendidikan dan gizi yang setara sejak usia dini.
Di sinilah pentingnya program makanan bergizi gratis sebagai solusi terintegrasi yang menyasar dua kebutuhan dasar sekaligus.
Ketika kebutuhan gizi ditanggung negara, keluarga miskin memiliki ruang untuk mengalihkan pengeluaran ke sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.
Ini tidak hanya meringankan beban ekonomi, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial dalam jangka panjang.
Lebih dari sekadar nutrisi, makanan bergizi gratis memberi rasa aman dan harapan.
Anak-anak tak lagi belajar dalam kelaparan, tetapi dengan energi dan mimpi. Dan terkadang, langkah awal memutus rantai kemiskinan dimulai dari hal sederhana: sepiring makan siang yang layak.
Dimulai dari Piring Rakyat
Visi Indonesia Emas 2045 tak akan tercapai jika kualitas gizi rakyat diabaikan. Bonus demografi hanyalah potensi kosong bila generasinya tumbuh dalam kekurangan.
Program makanan bergizi gratis menjadi pijakan awal untuk memastikan mimpi besar itu memiliki fondasi yang kokoh.
Generasi unggul harus kuat secara fisik, tajam secara intelektual, dan tangguh secara sosial — semua berawal dari perut yang kenyang dan gizi yang cukup.
Tak ada prestasi tumbuh dari kelaparan, dan tak ada kepemimpinan lahir dari tubuh yang lemah.
Program makanan bergizi gratis bukan sekadar angka dalam anggaran, melainkan wujud nyata kehadiran negara di tengah rakyat.
Ia mencerminkan keberpihakan terhadap kelompok rentan dan bentuk tanggung jawab negara untuk menciptakan keadilan gizi.
Dengan tata kelola yang baik dan semangat keberlanjutan, program ini mampu membentuk karakter bangsa yang lebih peduli, berdaya saing, dan bermartabat.
Indonesia yang besar tidak lahir dari pidato dan rapat, tetapi dari rakyat yang sehat dan cukup makan. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Belajar dari Anomali Cuaca dan Iklim di Nusa Tenggara Timur |
![]() |
---|
Opini: Logika Hukum yang Melukai Korban |
![]() |
---|
Opini: Membaca Fenomena Eat the Rich di Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Menyoal Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Nusa Tenggara Timur |
![]() |
---|
Opini: Remaja dan Seni Mencintai, Membaca Ulang Pacaran di Zaman Kini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.