Opini

Opini: Menghidupi Negeri dari Sepiring Gizi

Ini bukan semata persoalan kemiskinan, melainkan wujud ketimpangan struktural dan krisis keadilan sosial.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Yoseph Yoneta Motong Wuwur 

Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Warga Lembata, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Setiap manusia berhak hidup sehat, dan makanan bergizi adalah fondasi utamanya. 

Namun di tengah kesuburan negeri ini, jutaan anak masih kekurangan asupan gizi. 

Ini bukan semata persoalan kemiskinan, melainkan wujud ketimpangan struktural dan krisis keadilan sosial.

Ketika gizi hanya dinikmati oleh kelompok tertentu, kesenjangan antargenerasi kian melebar. 

Anak-anak dari keluarga kurang mampu tumbuh dengan nutrisi minim, menyebabkan keterlambatan perkembangan otak, rendahnya daya saing, dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.

Maka, makanan bergizi gratis harus menjadi kebijakan nasional yang menjamin hak dasar setiap warga. 

Ini bukan sekadar program bantuan, tetapi investasi jangka panjang demi membangun bangsa yang sehat, cerdas, dan setara. 

Bangsa yang kuat tak lahir dari rakyat yang lapar, tetapi dari perut yang kenyang dan pikiran yang jernih.

Gizi Buruk dan Masa Depan yang Tergadai

Gizi buruk bukan sekadar data kesehatan, melainkan gambaran suram masa depan bangsa. 

Anak-anak yang tumbuh dalam kekurangan nutrisi kehilangan potensi terbaiknya, membuat Indonesia kehilangan generasi produktif setiap harinya.

Stunting, anemia, dan wasting masih menjadi ancaman nyata bagi jutaan anak. Dampaknya bukan hanya fisik, tapi juga mental dan akademik. 

Anak yang kurang gizi cenderung memiliki kemampuan belajar yang rendah dan rentan terhadap penyakit.

Masalah ini menjadi beban jangka panjang bagi pembangunan, sebab anak-anak yang tumbuh lemah hari ini akan menjadi angkatan kerja yang kurang produktif di masa depan. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved