Opini
Opini: Remaja dan Seni Mencintai, Membaca Ulang Pacaran di Zaman Kini
Dahulu, pacaran cenderung terbatas, dengan interaksi langsung yang jarang dan komunikasi yang terikat ruang dan waktu.
Oleh: Goldy Ogur
Mahasiswa Pascasarjana Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, NTT
POS-KUPANG.COM - Fenomena pacaran di kalangan remaja zaman kini semakin meluas dan beragam.
Perubahan gaya hidup yang cepat, ditambah pengaruh budaya populer, menjadikan pacaran sebagai bagian dari identitas remaja.
Media sosial memperkuat tren ini dengan menjadi ruang pamer bagi remaja dalam mengekspresikan hubungan secara terbuka.
Akibatnya, pacaran tidak lagi sekadar relasi pribadi, melainkan juga tentang bagaimana hubungan itu terlihat dan diakui publik.
Namun di balik tren tersebut, ada fakta sosial yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Opini: Mohon Tenang Sedang Pemilihan Rektor Undana
Tidak sedikit kasus negatif muncul akibat pacaran di usia remaja, mulai dari kekerasan dalam hubungan, depresi karena putus cinta, hingga tindakan ekstrem seperti bunuh diri atau tindak kriminal.
Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pacaran, yang seharusnya membawa kebahagiaan, justru bisa menjadi sumber penderitaan ketika dijalani tanpa pemahaman yang matang.
Pertanyaan penting pun muncul: apakah remaja sudah siap menjalani relasi yang penuh tanggung jawab?
Di era digital, relasi asmara remaja tidak hanya terjadi dalam pertemuan tatap muka, tetapi juga berlangsung di ruang virtual.
Pertukaran pesan instan, unggahan foto bersama, hingga pengakuan publik melalui media sosial memperbesar tekanan bagi remaja untuk menjaga citra hubungan.
Ketika relasi retak, dampaknya tidak hanya dirasakan secara personal, tetapi juga menjadi konsumsi publik yang memperdalam luka.
Realitas ini memperlihatkan bahwa pacaran kini membawa dinamika baru yang jauh lebih rumit dibandingkan generasi sebelumnya.
Oleh karena itu, penting membaca ulang makna pacaran dengan perspektif lebih luas.
Pacaran tidak cukup dipahami sebatas rasa suka atau emosi sesaat, melainkan perlu dilihat sebagai proses pembelajaran tentang bagaimana mencintai dengan sehat.
Opini: Mohon Tenang Sedang Pemilihan Rektor Undana |
![]() |
---|
Opini: Kasus Eks Kapolres Ngada Cacat Hukum atau Cacat Nurani? |
![]() |
---|
Opini: Menolak Normalisasi Eksploitasi Anak Dalam Kasus Mantan Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Opini: Mauponggo Terendam, Bencana Banjir di Luar Musim Hujan |
![]() |
---|
Opini: Didik Anak Bukan untuk Nilai Tapi untuk Hidup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.