Opini
Opini: Teater Budaya NTT Bukan Sekadar Tontonan Tapi Senjata Kritik Sosial yang "Nyeleneh"
Akar teater jauh lebih tua dari yang kita bayangkan, berawal dari ritual-ritual keagamaan primitif yang dilakukan di gua-gua atau sekitar api unggun.
Pemerintah daerah, lembaga swasta, dan bahkan masyarakat harus sadar bahwa investasi pada seni adalah investasi pada kualitas SDM dan daya saing kota.
Ruang Kreatif yang Memadai; Apakah Kupang punya gedung teater yang layak, bukan sekadar aula serbaguna yang beralih fungsi? Atau setidaknya, ruang latihan yang representatif dan terjangkau?
Apresiasi Publik; Bagaimana cara meningkatkan minat masyarakat untuk menonton teater, apalagi teater yang kritis?
Promosi kreatif, tiket terjangkau, dan kualitas pementasan yang tak diragukan lagi adalah kuncinya.
Semoga saja, "piknik konsep" yang menyenangkan ini tidak berhenti di tengah jalan.
Semoga sentilan dari Bapak Pieter Kembo bisa mengajak kita bukan hanya bermimpi tentang teater berbasis budaya di NTT, tetapi juga mulai mengidentifikasi secara konkret siapa yang harus bergerak, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana cara mengatasi "kerikil di sepatu" agar panggung-panggung di NTT benar-benar bisa menunjukkan kehebatannya, bukan hanya di atas kertas, tapi di atas panggung yang megah dan menyala.
Dan tentu saja, tanpa perlu drama "pemadaman listrik" di tengah pertunjukan, yang ironisnya, bisa jadi bahan pementasan teater kritik itu sendiri. Salam. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.