Opini

Opini: Hidup yang Otentik di Era Digital

Kita tetap menjadi manusia yang otentik di tengah gempuran teknologi yang kian canggih. Jalan yang paling ampuh adalah menjaga jarak etis

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI GIAN RIBHATO
Gian Ribhato 

Oleh: Gian Ribhato 
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Suatu kesempatan, saya menonton sebuah video melalui Tiktok yang menampilkan Bagus Muliadi, yang menurut saya merupakan akademisi brilian karena gagasan-gagasan yang hebat dan inspiratif. 

Pada kesempatan itu dia berkata “hidup yang bermakna itu adalah kalau besok anda mati, orang merasa ada yang hilang”. 

Rasa kehilangan itu muncul karena anda adalah anda. Anda tidak tergantikan oleh siapapun. Inilah yang disebut sebagai individualitas. 

Dalam perspektif filsafat, individualitas seseorang tidak tergantikan. Dia identik dengan dirinya sendiri. 

Baca juga: Opini: Aku Posting, Maka Aku Ada

Tidak ada dua manusia di dunia ini yang sama persis atau identik. Anak kembar sekalipun tetap memiliki perbedaan. 

Namun, di era digital, pandangan filsafat itu perlu diredefinisi. Banyak orang tidak lagi menjadi otentik karena mengaburkan makna individualitas. 

Anda Hanya Perlu Klik

Dalam buku yang ditulis oleh Budi Hardiman yang berjudul “Aku Klik, Maka Aku Ada”, ada satu pertanyaan yang cukup menggelitik. Apakah manusia sebagai Homo Sapiens akan beralih menjadi Homo Digitalis? 

Pertanyaan ini dikutip dari Christian Montag dalam bukunya yang berjudul Homo Digitalis. 

Pertanyaan ini berangkat dari keresahan yang timbul akibat kediktatoran digital yang kian menjadi. 

Manusia seakan bukan lagi pengguna media digital, tetapi menjadi satu komponen di dalam sistemnya. Tidak ada lagi dualitas subjek-objek antara manusia dan teknologi. 

Istilah “Digitalis” dalam bahasa Latin berarti jari. Pada era digital, keberadaan manusia tidak lagi ditentukan oleh kemenubuhannya di suatu tempat tertentu. 

Misalnya, saya sekarang sedang berada di Gereja dan dengan demikian, saya tidak mungkin sekaligus berada di tempat lain. 

Keberadaan manusia sebagai Homo Digitalis hanya ditentukan oleh jari. Dia bereksistensi melalui jari yang meng-klik. Orang tidak perlu ke mana-mana, tapi bisa berada di mana-mana. 

Bayangkan saja suatu sore anda sedang lapar. Anda tidak perlu repot-repot memasak. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved