Breaking News

Opini

Opini: Polemik Pungutan SMA di NTT

Ini bukan sekadar masalah "uang", melainkan cermin dari dilema besar kita dalam memajukan pendidikan di tengah keterbatasan.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI 

4. Disdikbud & Pemerintah Provinsi NTT: Regulator dan Fasilitator Utama

Pemerintah Provinsi NTT, melalui Disdikbud, memegang kendali kebijakan. Peran mereka adalah menjaga agar tidak ada praktik pungutan liar yang merugikan masyarakat. 

Namun, saya berpendapat, mereka juga harus menjadi fasilitator dan pendengar yang baik bagi sekolah. Tidak cukup hanya melarang; pemerintah juga harus menawarkan solusi konkret. 

Pakar pendidikan dari negara-negara maju, seperti Andreas Schleicher (2018) dari OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) yang terlibat dalam program PISA, sering menekankan bahwa sistem pendidikan terbaik di dunia (seperti Finlandia atau Singapura) memiliki kombinasi desentralisasi yang kuat dengan dukungan dan pengawasan yang cerdas dari pemerintah pusat/daerah. 
Sekolah diberi otonomi untuk berinovasi dan mencari sumber daya, namun dengan sistem akuntabilitas yang transparan. Ini mendorong inovasi "dari bawah ke atas", bukan hanya menunggu instruksi "dari atas ke bawah".

Solusi Harmonis untuk Pendidikan NTT

Polemik ini adalah momentum penting bagi NTT untuk menata ulang pendanaan pendidikan. Saya mengusulkan beberapa langkah konkret.

1. Revisi dan Klarifikasi Regulasi Pendanaan.

Pemerintah Pusat dan Daerah perlu meninjau ulang regulasi terkait pungutan dan sumbangan. 

Buatlah payung hukum yang lebih fleksibel namun jelas, yang memungkinkan partisipasi finansial masyarakat secara sukarela, transparan, dan akuntabel, tanpa ada kesan paksaan atau diskriminasi. Ini akan menutup celah yang selama ini menjadi sumber konflik.

2. Peningkatan Alokasi Dana BOS yang Realistis. 

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali standar biaya operasional riil sekolah. Jika alokasi BOS tidak mencukupi, maka kebutuhan itu harus diakomodir oleh APBD atau APBN, atau difasilitasi cara penggalangan dana yang transparan dan legal.

3. Penguatan Kapasitas Komite Sekolah. 

Berikan pelatihan yang memadai kepada anggota komite sekolah mengenai manajemen keuangan, transparansi, dan komunikasi. 

Mereka harus menjadi garda terdepan dalam membangun kepercayaan antara sekolah dan orang tua.

4 Ombudsman sebagai Mediator, Bukan Hanya Penindak. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved