Opini
Opini: Meja Terhormat, Kursi Pesisir dan Iman yang Gagap
Ini pembalikan total tata sosial yang menuhankan gengsi. Kerajaan Allah yang Yesus tawarkan justru menjungkirbalikkan meja kuasa.
Refleksi teologis atas Lukas 14:7-14 di tanah Sabu Raijua
Oleh: Pdt. John Mozes Hendrik Wadu Neru
Pendeta GMIT, berkarya di Kabupaten Sabu Raijua
POS-KUPANG.COM- Membaca ulang Lukas 14:7-14 – Injil yang menampar struktur sosial.
Injil Lukas menuturkan: Hotan klethēs hypo tinos eis gamos, mē kataklithēs eis tēn prōtoklisian : “Apabila engkau diundang ke pesta pernikahan, jangan duduk di tempat terhormat” (Lukas 14:8).
Kata prōtoklisia berarti tempat duduk utama, posisi paling dekat dengan tuan rumah yang melambangkan kehormatan, kuasa, bahkan patronase ekonomi-politik.
Itulah kursi yang diincar banyak orang — dulu di Betania, kini di Sabu Raijua — meski bentuknya bukan lagi dipan makan, tapi kursi empuk birokrasi, proyek tender, dan baliho besar.
Yesus lalu berkata pada tuan rumah: Kalei de ptōchous, anapērous, chōlous, typhlous : “Undanglah orang miskin, cacat, timpang, buta.” (Lukas 14:13)
Ini bukan sekadar etika sopan santun agar kita tidak malu kalau disuruh pindah ke kursi bawah.
Ini pembalikan total tata sosial yang menuhankan gengsi. Kerajaan Allah yang Yesus tawarkan justru menjungkirbalikkan meja kuasa.
Di titik ini, kita mulai merasa teks Injil menatap tajam ke wajah kita hari ini.
Kursi kehormatan di Sabu Raijua: janji yang redup & politik balas budi
Di Sabu Raijua, kita masih sangat gemar pada prōtoklisia. Bedanya bentuknya kini: jabatan publik yang diincar bukan demi amanah, tetapi demi gengsi sosial, peluang untuk menata keluarga sendiri, dan utang politik yang menuntut dibayar lunas.
Kita lihat bagaimana proyek-proyek jalan muncul bak jamur, sementara gaji guru SD dan SMP tertunda berbulan-bulan, tunjangan sertifikasi belum cair.
Bagaimana mungkin mutu pendidikan tumbuh jika guru dipaksa rendah hati oleh keadaan — bukan karena iman.
Seperti sindiran Paulo Freire, “pendidikan haruslah praksis pembebasan, bukan reproduksi penindasan.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.