Opini

Opini: Antara Surga yang Membuka dan Jalan yang Tak Juga Terbuka

“Jubah” dalam kisah ini bukan sekadar simbol kain tua yang diwariskan. Ia adalah simbol legitimasi dan kesiapan spiritual. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Pdt. John Mozes Hendrik Wadu Neru 

Bukan hanya dengan memungut jubah secara simbolik, tetapi dengan mewarisi roh keberanian, keadilan, dan aksi. 

Jangan hanya menjiplak gaya kenabian, tapi hidupkan kembali semangatnya dalam konteks lokal: membela petani rumput laut, mendampingi korban kekerasan seksual, memperjuangkan desa-desa yang dilupakan dalam rencana pembangunan.

Jika Pancasila adalah proklamasi moral kebangsaan, dan Roh Kudus adalah energi Ilahi, maka gereja dan rakyat adalah agennya. 

Kita dipanggil bukan untuk menunggu, tapi untuk bertindak, melintasi sungai-sungai stagnasi dan kemapanan palsu.

Seperti kata Tan Malaka, "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda."  Gereja pun demikian: ketika kehilangan idealismenya, ia kehilangan relevansinya.

Penutup: Elia Sudah Naik. Giliran Kita

Elia tidak kembali. Ia sudah naik. Dan Tuhan tidak sedang merekrut nabi baru dari surga. 

Ia menunggu dari bumi—dari antara rakyat—orang-orang yang siap menanti dengan setia dan bertindak dengan jubah roh yang diwariskan. 

Menanti dengan setia adalah memegang jubah kenabian di tangan, dan memukul sungai zaman—hingga airnya terbelah dan jalan terbuka bagi perubahan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved