Opini
Opini: Ketimpangan Sosial dan Kemiskinan di NTT, Belajar dari Paus Fransiskus
Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dan subur akan sumber daya alamnya, namun mengapa masih ada kemiskinan ?
Contoh jika seorang itu bekerja secara baik dan benar maka akan makin mudah buat seorang itu untuk naik pangkat dan mendapatkan kenaikan gaji yang signifikan.
Ini juga dapat menimbulkan persaingan dan konflik antara proletar baik secara sehat atau pun tidak, hal ini disebabkan oleh kendali sistem kapitalis.
Hal positifnya orang memiliki daya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Dampak negatifnya orang menjadi mudah pesimis bila menghadapi kegagalan dan saling menjatuhkan di dalam pekerjaannya.
NTT merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak pulau dan sulit untuk dijangkau, hal ini dapat mempersulit akses terhadap ekonomi, pendidikan, dan informasi.
Terlebih khusus dalam sektor pertanian atau perkebunan, seringkali mengalami kesulitan serta terisolasi secara fisik dan sosial.
Tingkat pendidikan di NTT pun masih rendah. Contoh konkretnya masih banyak anak-anak yang belum tahu membaca.
Dilansir dari kompas.id dari total 5.215 SD, hanya 1.381 yang masuk kategori baik dalam capaian literasi, sementara 2.184 sekolah berada dalam kategori rendah.
Hal ini berdampak pada terbatasnya akses kerja formal, kerja di lingkup suwasta lainnya, dan sulit beradaptasi atau pun mendapat kerja modern.
Paus Fransiskus mengecam berat “eksploitasi manusia”, mengapa?
Karena “eksploitasi terhadap manusia adalah dosa berat terhadap nilai dan martabat manusia yang diciptakan menurut Imago Dei.
Baginya sistem ekonomi yang mengejar keuntungan tanpa memperhatikan manusia seringkali ketidakadilan dan memperdaya orang miskin.
Pertanyaan fundamental bagi kita, di manakah letak keadilan yang sebenarnya harus dijunjung tinggi di negara yang berstatuskan demokrasi dan berideologikan Pancasila?
Kesimpulan
NTT adalah salah satu provinsi yang kaya dan indah akan sumber daya alamnya yang sebenarnya berpotensi menjadi provinsi yang sangat berkembang bahkan provinsi yang mandiri.
Bermacam-macam suku, bahasa, agama, budaya, serta adat istiadat bukanlah menjadi penghalang untuk terpisah atau memberi distingsi satu sama lain, malahan hal ini merupakan sistem atau komponen yang mestinya berkomplementer, untuk memperkaya masyarakatnya.
Pemerintah harus pula meperhatikan pemerataan kesempatan kerja, peningkatan UMR, mendukung UMKM, subsidi dan bantuan sosial tepat sasaran.
Adapun yang perlu diubah, yaitu mindset dengan memberikan akses pendidikan gratis dan bermutu tinggi bagi masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi, meningkatkan kinerja guru dalam menanamkan pendidikan di NTT. Hal ini perlu adanya tanggapan yang serius dari pihak pemerintah.
Salah satu solusi adalah pajak yang lebih tinggi bagi oreng kaya agar mendanai program sosial untuk warga yang miskin.
Dengan begitu ada suatu kesejahteraan dan kesetaraan antara makhluk sosial yang sifatnya saling membutuhkan.
Pesan akhir dari Paus Fransiskus yang perlu kita perhatikan bersama.
Pertama, pentingnya peduli pada orang miskin dan jangan memandang hal itu sebagai “masalah”, tetapi sebagai subjek yang harus dibantu dan diberdayakan, bukan dikasihani.
Kedua, “Inequality is the root of social evil” jika ketimpangan sosial ini terus mengakar dalam lingkup masyarakat terus menerus maka ketimpangan yang ekstrem akan membentuk suatu ketidakadilan yang membahayakan untuk perdamaian dan keharmonisan masyarakat sosial.
Ketiga, ia mendorong seluruh umat manusia untuk merancang dan membangun budaya solidaritas, menolong sesama, dan mengutamakan bonum commune, bukan propium commodum quaerere atau kepentingan yang lebih mengedepankan egoistis diri melulu. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.