Opini

Opini: Ketimpangan Sosial dan Kemiskinan di NTT, Belajar dari Paus Fransiskus

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dan subur akan sumber daya alamnya, namun mengapa masih ada kemiskinan ?

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Leonardo A.L.Dhei 

Dalam ensiklik Paus Fransiskus (Delexit Nos Bab 1 No.12) menegaskan bahwa kita memiliki hati. 

Bahwa hati kita hidup bersama dengan hati yang lain yang membantu hati kita menjadi “kamu”. 

Sebagai warga negara Indonesia yang hidup di NTT serta berpedomankan Pancasila, di manakah letak suara sila ke-5 yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia? Di mana semangat gotong royong yang tidak hanya mementingkan diri sendiri?

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dan subur akan sumber daya alamnya, namun mengapa masih ada kemiskinan? 

Rilis dari KEMENPAN (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) September 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,06 juta orang, menurun 1,16 juta orang dibandingkan Maret 2024. 

BPS Provinsi NTT merilis data statistik kemiskinan pada September 2024 sebesar 1,11 juta orang, menurun 19,063 orang. Tidak tertutup kemungkinan jumlah orang miskin meningkat jika program makan bergizi gratis  membebankan APBN dan mengganggu alokasi dana untuk program pengentasan kemiskinan lainnya.

Sebut misalnya pemberdayaan ekonomi dan Pendidikan. Ada pula dampak negative lainnya yaitu ketergantungan masyarakat pada program makan bergizi gratis, melemahkan SDM yang membuat sebagian warga hanya berpangku tangan menanti bantuan dari pemerintah.

Tak ada dorongan untuk meningkatkan pendapatan sendiri. Inilah yang membuat kaum kapitalis semakin berkuasa dan menindas masyarakat yang lemah dari aspek ekonomi. 

Program makan bergizi gratis pun berpotensi terjadi penyalahgunaan jika tidak ditangani dengan baik dan dalam pengawasan yang ketat.

Perlu suatu revolusi mindset di dalam msyarakat NTT agar keluar dari zona kemiskinan yang terus bergerak secara problematis. 

Bertolak dari Paus Fransiskus yang tidak sekadar mengajarkan kemiskinan tetapi ia juga sangat menghidupi dan menghayati kemiskinan. 

Gaya dan corak hidupnya mencontohi nilai-nilai Injili yaitu kesederhanaan, pelayanan, dan memupuk solidaritas besama kaum kecil. Ketika ia terpilih sebagai Paus, ia memilih nama Fransiskus yang hidup sederhana.

Kemiskinan bukanlah takdir tetapi bagaimana setiap orang perlu daya juang, belajar meningkatkan  keterampilan baru agar bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri. 

Jangan pernah menanamkan sikap dan mentalitas menunggu bantuan tanpa adanya upaya meningkatkan penghasilan sendiri, karena bantuan itu sifatnya temporal, yang terutama adalah mencari jalan keluar agar bisa mandiri secara ekonomi. 

Oleh sebab itu pemerintah perlu membuka sekolah gratis. Mengapa? Karena pendidikan adalah investasi besar menuju masa depan yang cerah. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved