Opini
Opini: Tebe, Warisan Leluhur yang Menyimpan Nilai-nilai Pancasila
Syair dan pantun mengiringinya, menghadirkan energi kebersamaan yang sulit dicari tandingannya di era sekarang.
Oleh: Pieter Kembo
Pegiat Budaya, Teater dan Film NTT
POS-KUPANG.COM - Di tengah derasnya arus globalisasi, kita sering lupa bahwa kekuatan terbesar bangsa ini justru terletak pada warisan budaya leluhur.
Salah satunya adalah Tari Tebe, seni pertunjukan khas masyarakat Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tarian ini lahir dari suku Bunak, Tetun, Marae, dan Dawan, yang sejak ratusan tahun lalu menjadikannya simbol kebersamaan, doa, dan rasa syukur.
Gerakannya sederhana namun sarat makna: laki-laki dan perempuan bergandengan tangan, melangkah maju dan mundur, sambil menghentakkan kaki ke bumi.
Baca juga: Tarian Tebe Awali Pengumuman Kelulusan di SDN Manefu Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang
Syair dan pantun mengiringinya, menghadirkan energi kebersamaan yang sulit dicari tandingannya di era sekarang.
Bergandengan tangan menjadi tanda persatuan, hentakan kaki melambangkan cinta tanah kelahiran, sementara pantun-pantun adalah doa syukur kepada Tuhan.
Menariknya, menurut kisah yang dituturkan para tetua adat, Tebe berawal dari pengalaman seorang pemburu yang melihat kawanan rusa menjelma manusia, bergandengan tangan, berpantun, dan menghentakkan kaki hingga tanah berdebu.
Kisah magis ini lalu dihidupkan kembali oleh masyarakat menjadi tarian yang kini kita kenal sebagai Tebe.
Lebih dari Sekadar Hiburan
Bagi saya, Tebe bukan sekadar seni pertunjukan. Ia adalah cermin nilai-nilai kehidupan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam setiap hentakan, tersimpan pesan tentang persatuan, kemanusiaan, religiusitas, musyawarah, hingga keadilan sosial.
Nilai-nilai ini bahkan sejalan dengan Pancasila, dasar negara kita.
Hasil Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) pada 2019 menegaskan hal ini.
Para tokoh adat dan pemerintah daerah menyebutkan bahwa Tebe bukan hanya seni, melainkan warisan luhur yang berfungsi sebagai sarana pendidikan karakter masyarakat Belu.
Opini - Mengurai Krisis BBM di Sabu Raijua: Saatnya Solusi Konkret dan Berkelanjutan |
![]() |
---|
Opini: 150 Tahun, Seribu Cahaya Satu Harapan |
![]() |
---|
Opini: 150 Tahun Serikat Sabda Allah, Api Misi yang Tetap Menyala di Era Digital |
![]() |
---|
Opini: APBD Perubahan NTT, Ujian Komitmen pada Kesejahteraan Publik |
![]() |
---|
Opini: Polisi dalam Dilema Moral |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.